PENGERTIAN NILAI
Nilai adalah sesuatu
yang berharga, bermutu, menunjukkan kualitas, dan berguna bagi manusia. Sesuatu
itu bernilai berarti sesuatu itu berharga atau berguna bagi kehidupan manusia.
Beberapa pendapat ahli mengenai definisi nilai, yaitu:
·
Kluckhohn (dalam Zavalloni,
1975: 75) mendefinisikan nilai sebagai
“... a conception explicit or
implicit, distinctive of an individual or characteristic of a group, of the
desirable which influence the selection from available modes, means and ends of
action.”
·
Rokeach (1973: 5) menyatakan nilai adalah keyakinan yang
kekal, yaitu bentuk khusus dari tingkah laku atau tujuan akhir kehidupan yang
secara individu atau kelompok lebih disukai dibandingkan dengan kebalikannya.
·
Feather
(1994: 184) mendefinisikan nilai sebagai keyakinan umum tentang cara bertingkah
laku yang diinginkan atau tidak diinginkan dan mengenai tujuan dan titik akhir
yang ingin dicapai.
·
Schwartz
(1994: 21) menyatakan nilai adalah perubahan keadaan yang diharapkan,
kepentingan yang bervariasi, yang disajikan sebagai pedoman hidup bagi seseorang
atau orang lain.
Lebih lanjut Schwartz juga menjelaskan bahwa nilai adalah
(1) suatu keyakinan, (2) berkaitan dengan cara bertingkah laku atau tujuan
akhir tertentu, (3) melampaui situasi spesifik, (4) mengarahkan seleksi atau
evaluasi terhadap tingkah laku, individu, dan kejadian-kejadian, serta (5)
tersusun berdasarkan derajat kepentingannya.
Berdasarkan
beberapa pendapat tersebut, terlihat kesamaan pemahaman tentang nilai, yaitu
(1) suatu keyakinan, (2) berhubungan dengan cara bertingkah laku dan tujuan
akhir tertentu. Jadi dapat disimpulkan bahwa nilai adalah suatu keyakinan
mengenai cara bertingkah laku dan tujuan akhir yang diinginkan individu, dan
digunakan sebagai prinsip atau standar dalam hidupnya.
Pemahaman
tentang nilai tidak terlepas dari pemahaman tentang bagaimana nilai itu
terbentuk. Schwartz berpandangan bahwa nilai merupakan representasi kognitif
dari tiga tipe persyaratan hidup manusia yang universal, yaitu:
a.
kebutuhan individu sebagai organisme biologis
b.
persyaratan interaksi sosial yang membutuhkan
koordinasi interpersonal
c.
tuntutan institusi sosial untuk mencapai kesejahteraan
kelompok dan kelangsungan hidup kelompok.
Sifat-sifat
nilai menurut Bambang Daroeso (1986) adalah sebagai berikut.
a.
Nilai itu suatu realitas abstrak dan ada dalam
kehidupan manusia. Nilai yang bersifat abstrak tidak dapat diindra. Hal yang
dapat diamati hanyalah objek yang bernilai itu. Misalnya, orang yang memiliki
kejujuran. Kejujuran adalah nilai, tetapi kita tidak bisa mengindra kejujuran
itu. Yang dapat kita indra adalah kejujuran itu.
b.
Nilai memiliki sifat normatif, artinya nilai mengandung
harapan, cita-cita, dan suatu keharusan sehingga nilai nemiliki sifat ideal
(das sollen). Nilai diwujudkan dalam bentuk norma sebagai landasan manusia
dalam bertindak. Misalnya, nilai keadilan. Semua orang berharap dan mendapatkan
dan berperilaku yang mencerminkan nilai keadilan.
c.
Nilai berfungsi sebagai daya dorong/motivator dan
manusia adalah pendukung nilai. Manusia bertindak berdasar dan didorong oleh
nilai yang diyakininya.Misalnya, nilai ketakwaan. Adanya nilai ini menjadikan
semua orang terdorong untuk bisa mencapai derajat ketakwaan.
Hirarki
nilai sangat tergantung pada titik tolak dan sudut pandang individu –masyarakat
terhadap sesuatu obyek. Max Scheler menyatakan bahwa nilai-nilai yang ada tidak
sama tinggi dan luhurnya. Menurutnya nilai-nilai dapat dikelompokan dalam empat
tingkatan, yaitu:
a.
Nilai kenikmatan adalah nilai-nilai yang berkaitan
dengan indra yang memunculkan rasa senang, menderita, atau tidak enak.
b.
Nilai kehidupan, yaitu nilai-nilai penting bagi
kehidupan (jasmani, kesehatan, dan kesejahteraan umum).
c.
Nilai kejiwaan adalah nilai-nilai yang berkaitan dengan
kebenaran, keindahan, dan pengetahuan murni.
d.
Nilai kerohanian, dalam tingkatan ini terdapat moralitas
nilai yang suci.
Sementara
itu, Notonagoro membedakan menjadi tiga, yaitu:
a.
Nilai material, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi
jasmani manusia.
b.
Nilai vital, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi
manusia untuk mengadakan suatu aktivitas atau kegiatan.
c.
Nilai kerohanian, yaitu segala sesuatu yang bersifat
rohani manusia. Ada
4 tingkatan nilai kerohanian, yaitu: (a). nilai kebenaran, yaitu nilai yang
bersumber pada rasio, budi, akal, atau cipta manusia; (b). nilai
keindahan/estetis, yaitu nilai yang bersumber pada perasaan manusia; (c). nilai
kebaikan atau nilai moral, yaitu nilai yang bersumber pada unsur kehendak
manusia; (d). nilai religius, yaitu nilai kerohanian tertinggi dan bersifat
mutlak.
Manusia sebagai makhluk yang bernilai akan memaknai nilai
dalam dua konteks,pertama akan memandang nilai sebagai sesuatu yang
objektif,apabila dia memandang nilai itu ada meskipun tanpa ada yang
menilainya,bahkan memandang nilai telah ada sebelum adanya manusia sebagai
penilai. Baik dan buruk,benar dan salah bukan hadir karena hasil persepsi dan
penafsiran manusia, tetapi ada sebagai sesuatu yang ada dan menuntun manusia
dalam kehidupannya. Pandangan kedua memandang nilai itu subjektif,artinya nilai
sangat tergantung pada subjek yang menilainya. Jadi nilai memang tidak akan ada
dan tidak akan hadir tanpa hadirnya penilai. Oleh karena itu nilai melekat
dengan subjek penilai.
PENGERTIAN MORAL
Moral
berasal dari kata mos (mores) yang sinonim dengan kesusilaan,
tabiat, atau kelakuan. Moral adalah
ajaran tentang hal yang baik dan buruk, yang menyangkut tingkah laku dan
perbuatan manusia. Seorang pribadi yang taat kepada aturan-aturan,
kaidah-kaidah dan norma yang berlaku dalam masyarakatnya, dianggap sesuai dan
bertindak benar secara moral. Jika sebaliknya yang terjadi maka pribadi itu
dianggap tidak bermoral. Moral dalam perwujudannya dapat berupa peraturan dan
atau prinsip-prinsip yang benar, baik terpuji dan mulia. Moral dapat berupa
kesetiaan, kepatuhan terhadap nilai dan norma yang mengikat kehidupan masyarakat,
bangsa dan negara.
Secara
eksplisit, moral adalah hal-hal yang
berhubungan dengan proses sosialisasi individu. Tanpa moral, manusia tidak bias
melakukan proses sosialisasi. Saat ini, moral mempunyai nilai implisit karena
banyak orang menilai sikap bermoral atau tidak dari sudut pandang yang sempit.
Manusia harus mempunyai moral jika ingin dihormati oleh sesamanya. Moral adalah nilai keabsolutan dalam
kehidupan bermasyarakat secara utuh. Penilaian terhadap moral diukur dari
kebudayaan masyarakat setempat. Moral
adalah perbuatan, tingkah laku, atau ucapan seseorang saat beinteraksi dengan
manusia. Apabila yang dilakukan seseorang itu sesuai dengan nilai rasa yang
berlaku di masyarakat tersebut dan dapat diterima, serta menyenangkan
lingkungan masyarakatnya, maka orang itu dinilai mempunyai moral yang baik,
begitu pula sebaliknya. Moral adalah
produk dari budaya dan agama. Moral
merupakan kondisi pikiran, ucapan, dan perilaku manusia yang terkait dengan
nilai-nilai baik dan buruk.
“Moralitas” (Latin: moralis) mempunyai arti yang pada dasarnya sama dengan “moral”,
hanya ada nada lebih abstrak. Berbicara tentang “moralitas suatu perbuatan”,
artinya segi moral suatu perbuatan atau baik buruknya perbuatan tersebut.
Moralitas adalah sifat moral atau keseluruhan asas dan nilai yang berkenaan
dengan baik dan buruk.
Jadi moral adalah tata aturan norma-norma yang bersifat
abstrak yang mengatur kehidupan manusia untuk melakukan perbuatan tertentu dan
sebagai pengendali yang mengatur manusia untuk menjadi manusia yang baik.
PENGERTIAN HUKUM
kaidah yang mengatur kehidupan manusia adalah hukum,
yang biasanya dibuat dengan sengaja dan mempunyai sanksi yang jelas. Hukum
dibuat dengan tujuan untuk mengatur kehidupan masyarakat agar terjadi
keserasian diantara warga masyarakat dan system
social yang dibangun oleh suatu masyarakat. Pada masyarakat modern hukum
dibuat oleh lembaga – lembaga yang diberikan wewenang oleh rakyat.
Keseluruhan
kaidah dalam masyarakat pada intinya adalah mengatur masyarakat agar mengikuti
pola perilaku yang disepakati oleh system
social dan budaya yang berlaku pada masyarakat tersebut. Pola-pola perilaku
merupakan cara-cara masyarakat bertindak atau berkelakuan yang sama dan harus
diikuti oleh semua anggota masyarakat tersebut. Setiap tindakan manusia dalam
masyarakat selalu mengikuti pola-pola perilaku masyarakat tadi. Pola perilaku
berbeda dengan kebiasaan. Kebiasaan merupakan cara bertindak seseorang yang
kemudian diakui dan mungkin diikuti oleh orang lain. Pola perilaku dan
norma-norma yang dilakukan dan dilaksanakan pada khususnya apabila seseorang
berhubungan dengan orang lain, dinamakan social
organization.
Hukum
dapat diartikan sebagai ilmu pengetahuan, disiplin, kaedah, tata hukum, petugas (hukum), keputusan penguasa,
proses pemerintahan, perilaku yang ajeg atau sikap tindak yang teratur dan juga
sebagai suatu jalinan nilai-nilai.
Ada beberapa pengertian
hukum yang dikemukakan oleh para ahli, antara lain:
1. M.
Meyers
Hukum adalah semua
aturan yang mengandung pertimbangan kesusilaan, ditujukan kepada tingkah laku
manusia dalam masyarakat dan menjadi pedoman sebagai penguasa-penguasa dalam
melakukan tugasnya.
2. Immanuel
Kant
Hukum adalah
keseluruhan syarat-syarat yang dengan ini kehendak bebas dari orang yang satu
dapat menyesuaikan diri kehendak bebas dari orang lain, menuruti peraturan
hukum tentang kemerdekaan.
3. S.
M. Amin, S.H.
Hukum adalah
kumpulan peraturan-peraturan yang terdiri atas norma dan sanksi-sanksi serta
bertujuan untuk mengadakan ketertiban dalam pergaulan manusia sehingga keamanan
dan ketertiban terpelihara.
4. M.
H. Tirto Atmidjaya, S.H.
Hukum adalah semua
aturan (Norma) yang harus diturut dalam tingkah laku tindakan-tindakan dalam
pergaulan hidup dengan ancaman mesti mengganti kerugian jika melanggar
aturan-aturan itu membahayakan diri sendiri atau harta, umpamanya orang akan
kehilangan kemerdekaannya, didenda dan sebagainya.
Dari
pengertian hukum yang dikemukakan ahli dapat disimpulkan bahwa unsur-unsur
hukum meliputi:
1. Peraturan
atau norma mengenai pergaulan manusia dalam pergaulan masyarakat.
2. Peraturan
itu diadakan oleh badan-badan resmi yang berwajib.
3. Peraturan
itu bersifat memaksa.
4. Sanksi
terhadap pelanggar peraturan tersebut tegas, berupa hukuman.
Hukum
mempunyai ciri-ciri sebagai berikut.
1. Adanya
perintah atau larangan.
2. Perintah
atau larangan itu harus ditaati oleh semua orang.
3. Pelanggarnya
dikenakan sanksi.
Manusia, Nilai, Moral
dan Hukum
Meskipun banyak pakar yang mengemukakan pengertian nilai, namun ada yang
telah disepakati dari semua pengertian itu bahwa nilai berhubungan dengan
manusia, dan selanjutnya nilai itu penting. Pengertian nilai yang telah
dikemukakan oleh setiap pakar pada dasarnya adalah upaya dalam memberikan
pengertian secara holistik terhadap nilai, akan tetapi setiap orang tertarik
pada bagian-bagian yang “relatif belum tersentuh” oleh pemikir lain.
Definisi yang mengarah pada pereduksian nilai oleh status benda, terlihat
pada pengertian nilai yang dikemukakan oleh John Dewney yakni, Value Is Object Of Social Interest,
karena ia melihat nilai dari sudut kepentingannya.
Nilai dapat diartikan sebagai sifat atau kualitas dari sesuatu yang
bermanfaat bagi kehidupan manusia baik lahir maupun batin. Bagi manusia nilai
dijadikan sebagai landasan, alasan atau motivasi dalam bersikap dan bertingkah
laku, baik disadari maupun tidak.
Nilai itu penting bagi manusia. Apakah nilai itu dipandang dapat
mendorong manusia karena dianggap berada dalam diri manusia atau nilai itu
menarik manusia karena ada di luar manusia yaitu terdapat pada objek, sehingga
nilai lebih dipandang sebagai kegiatan menilai. Nilai itu harus jelas, harus
semakin diyakini oleh individu dan harus diaplikasikan dalam perbuatan. Menilai
dapat diartikan menimbang yakni suatu kegiatan manusia untuk menghubungkan
sesuatu dengan sesuatu lainnya yang kemudian dilanjutkan dengan memberikan
keputusan. Keputusan itu menyatakan apakah sesuatu itu bernilai positif
(berguna, baik, indah) atau sebaliknya bernilai negatif. Hal ini dihubungkan
dengan unsur-unsur yang ada pada diri manusia yaitu jasmani, cipta, rasa,
karsa, dan kepercayaan.
Nilai memiliki polaritas dan hirarki, antara lain:
- Nilai menampilkan diri dalam aspek positif dan aspek negatif yang sesuai polaritas seperti baik dan buruk; keindahan dan kejelekan.
- Nilai
tersusun secara hierarkis yaitu hierarki urutan pentingnya.
Nilai (value) biasanya digunakan untuk menunjuk kata benda abstrak yang dapat diartikan sebagai keberhargaan (worth) atau kebaikan (goodness). Notonagoro membagi hierarki nilai pokok yaitu: - Nilai material yaitu sesuatu yang berguna bagi unsur jasmani manusia.
- Nilai vital yaitu segala sesuatu yang berguna bagi manusia untuk dapat mengadakan kegiatan atau aktivitas.
- Nilai kerohanian yaitu sesuatu yang berguna bagi rohani manusia.
Nilai kerohanian terbagi menjadi empat macam:
- Nilai kebenaran yang bersumber pada unsur akal atau rasio manusia
- Nilai keindahan atau nilai estetis yang bersumber pada unsur perasaan estetis manusia
- Nilai kebaikan moral yang bersumber pada kehendak atau karsa manusia
- Nilai religius yang bersumber pada kepercayaan manusia dengan disertai penghayatan melalui akal budi dan nuraninya
Hal-hal yang mempunyai nilai tidak hanya sesuatu yang berwujud (benda
material) saja, bahkan sesuatu yang immaterial seringkali menjadi nilai yang
sangat tinggi dan mutlak bagi manusia seperti nilai religius.
Nilai juga berkaitan dengan cita-cita, keinginan, harapan, dan segala
sesuatu pertimbangan internal (batiniah) manusia. Dengan demikian nilai itu
tidak konkret dan pada dasarnya bersifat subyektif. Nilai yang abstrak dan
subyektif ini perlu lebih dikonkretkan serta dibentuk menjadi lebih objektif.
Wujud yang lebih konkret dan objektif dari nilai adalah norma/kaedah. Norma
berasal dari bahasa latin yakni norma, yang berarti penyikut atau siku-siku,
suatu alat perkakas yang digunakan oleh tukang kayu.
Dari sinilah kita dapat mengartikan norma sebagai pedoman, ukuran, aturan
atau kebiasaan. Jadi norma ialah sesuatu yang dipakai untuk mengatur sesuatu
yang lain atau sebuah ukuran. Dengan norma ini orang dapat menilai kebaikan
atau keburukan suatu perbuatan.
Ada beberapa macam norma/kaedah dalam
masyarakat, yaitu:
- Norma kepercayaan atau keagamaan
- Norma kesusilaan
- Norma sopan santun/adab
- Norma hokum
Dari norma-norma yang ada, norma hukum adalah norma yang paling kuat
karena dapat dipaksakan pelaksanaannya oleh penguasa (kekuasaan eksternal).
Nilai dan norma selanjutnya berkaitan dengan moral. Moral berasal dari
bahasa latin yakni mores kata jamak
dari mos yang berarti adat kebiasaan.
Sedangkan dalam bahasa Indonesia moral diartikan dengan susila. Sedangkan moral
adalah sesuai dengan ide-ide yang umum diterima tentang tindakan manusia, mana
yang baik dan mana yang wajar. Istilah moral mengandung integritas dan martabat
pribadi manusia. Derajat kepribadian seseorang sangat ditentukan oleh moralitas
yang dimilikinya. Makna moral yang terkandung dalam kepribadian seseorang itu
tercermin dari sikap dan tingkah lakunya. Bisa dikatakan manusia yang bermoral
adalah manusia yang sikap dan tingkah lakunya sesuai dengan nilai-nilai dan
norma-norma yang berlaku dalam masyarakat.
Hubungan Manusia dengan
Moral
Moral memiliki arti yang hampir sama dengan etika. Etika berasal dari bahasa
kuno yang berarti ethos dalam bentuk
tunggal ethos memiliki banyak arti yaitu
tempat tinggal biasa, padang
rumput, kebiasaan, adat, watak sikap , dan caraberfiki. Dalam bentuk jamak
ethos (ta etha) yang artinya adat kebiasaan. Moral berasal dari bahasa latin
yaitu mos (jamaknya mores) yang berarti adat, cara, dan tempat
tinggal. Dengan demikian secara etismologi kedua kata tersebut bermakna sama
hanya asal asul bahasanya yang berbeda dimana etika dari bahasa yunani sementara
moral dari bahasa latin.
Moral yang pengertiaannya sama dengan etika dalam makna nilai-nilai dan norma-norma
yang menjadi pegangan bagi seseorang atau kelompok dalam mengatur tingkah
lakunya. Dalam ilmu filsafat moral banyak unsur yang dikaji secara kritis, di
landasi rasionalitas manusia seperti sifat hakiki manusia, prinsip kebaikan,
pertimbangan etis dalam pengambilan keputusan terhadap sesuatu dan sebagainya.
Moral lebih kepada sifat aplikatif yaitu berupa nasehat tentang hal-hal yang
baik.
Ada
beberapa unsur dari kaidah moral yaitu :
- Hati Nurani Merupakan fenomena moral yang sangat hakiki.
Hati nurani
merupakan penghayatan tentang baik atau buruk mengenai perilaku manusia dan hati
nurani ini selalu dihubunngkan dengan kesadaran manusia dan selalu terkait
dalam dengan situasi kongkret. Dengan hati nurani manusia akan sanggup mererfleksikan
dirinya terutama dalam mengenai dirinya sendiri atau juga mengenal orang.
- Kebebasan dan tanggung jawab.
Kebebasan adalah
milik individu yang sangat hakiki dan manusiawi dan karena manusia pada dasar
nya adalah makhluk bebas. Tetapi didalam kebebasan itu juga terbatas karena
tidak boleh bersinggungan dengan kebebasan orang lain ketika mereka melakukan
interaksi. Jadi, manusia itu adalah makhluk bebas yang dibatasi oleh
lingkungannya sebagai akibat tidak mampunya ia untuk hidup sendiri.
- Nilai dan Norma Moral.
Nilai dan moral
akan muncul ketika berada pada orang lain dan ia akan bergabung dengan nilai
lain seperti agama, hukum, dan budaya. Nilai moral terkait dalam tanggung jawab
seseorang.
Antara hukum dan
moral terdapat hubungan yang erat sekali. Ada
pepatah roma yang mengatakan “quid leges sine moribus?” (apa artinya
undang-undang jika tidak disertai moralitas?). Dengan demikian hukum tidak akan
berarti tanpa disertai moralitas. Oleh karena itu kualitas hukum harus selalu
diukur dengan norma moral, perundang-undangan yang immoral harus diganti.
Disisi lain moral juga membutuhkan hukum, sebab moral tanpa hukum hanya
angan-angan saja kalau tidak di undangkan atau di lembagakan dalam masyarakat.
Meskipun hubungan hukum dan moral begitu erat, namun hukum dan moral tetap berbeda, sebab dalam kenyataannya mungkin ada hukum yang bertentangan dengan moral atau ada undang-undang yang immoral, yang berarti terdapat ketidakcocokan antara hukum dan moral. Untuk itu dalam konteks ketatanegaraan indonesia dewasa ini. Apalagi dalam konteks membutuhkan hukum.Kualitas hukum terletak pada bobot moral yang menjiwainya. Tanpa moralitas hukum tampak kosong dan hampa (Dahlan Thaib,h.6). Namun demikian perbedaan antara hukum dan moral sangat jelas.
Meskipun hubungan hukum dan moral begitu erat, namun hukum dan moral tetap berbeda, sebab dalam kenyataannya mungkin ada hukum yang bertentangan dengan moral atau ada undang-undang yang immoral, yang berarti terdapat ketidakcocokan antara hukum dan moral. Untuk itu dalam konteks ketatanegaraan indonesia dewasa ini. Apalagi dalam konteks membutuhkan hukum.Kualitas hukum terletak pada bobot moral yang menjiwainya. Tanpa moralitas hukum tampak kosong dan hampa (Dahlan Thaib,h.6). Namun demikian perbedaan antara hukum dan moral sangat jelas.
Perbedaan antara hukum dan moral menurut K.Berten :
- Hukum lebih dikodifikasikan daripada moralitas, artinya dibukukan secara sistematis dalam kitab perundang-undangan. Oleh karena itu norma hukum lebih memiliki kepastian dan objektif dibanding dengan norma moral. Sedangkan norma moral lebih subjektif dan akibatnya lebih banyak ‘diganggu’ oleh diskusi yang yang mencari kejelasan tentang yang harus dianggap etis dan tidak etis.
- Meski moral dan hukum mengatur tingkah laku manusia, namun hukum membatasi diri sebatas lahiriah saja, sedangkan moral menyangkut juga sikap batin seseorang.
- Sanksi yang berkaitan dengan hukum berbeda dengan sanksi yang berkaitan dengan moralitas. Hukum untuk sebagian besar dapat dipaksakan,pelanggar akan terkena hukuman. Tapi norma etis tidak bisa dipaksakan, sebab paksaan hanya menyentuh bagian luar, sedangkan perbuatan etis justru berasal dari dalam. Satu-satunya sanksi dibidang moralitas hanya hati yang tidak tenang.
- Hukum didasarkan atas kehendak masyarakat dan akhirnya atas kehendak negara. Meskipun hukum tidak langsung berasal dari negara seperti hukum adat, namun hukum itu harus di akui oleh negara supaya berlaku sebagai hukum.moralitas berdasarkan atas norma-norma moral yang melebihi pada individu dan masyarakat. Dengan cara demokratis atau dengan cara lain masyarakat dapat mengubah hukum, tapi masyarakat tidak dapat mengubah atau membatalkan suatu norma moral. Moral menilai hukum dan tidak sebaliknya.
Sedangkan Gunawan Setiardja membedakan hukum dan
moral :
- Dilihat dari dasarnya, hukum memiliki dasar yuridis, konsesus dan hukum alam sedangkan moral berdasarkan hukum alam.
- Dilihat dari otonominya hukum bersifat heteronom (datang dari luar diri manusia), sedangkan moral bersifat otonom (datang dari diri sendiri).
- Dilihat dari pelaksanaanya hukum secara lahiriah dapat dipaksakan,
- Dilihat dari sanksinya hukum bersifat yuridis. moral berbentuk sanksi kodrati, batiniah, menyesal, malu terhadap diri sendiri.
- Dilihat dari tujuannya, hukum mengatur kehidupan manusia dalam kehidupan bernegara, sedangkan moral mengatur kehidupan manusia sebagai manusia.
- Dilihat dari waktu dan tempat, hukum tergantung pada waktu dan tempat, sedangkan moral secara objektif tidak tergantung pada tempat dan waktu (1990,119).
Hubungan Manusia dengan
Hukum
Hukum dalam
masyarakat merupakan tuntutan, mengingat bahwa kita tidak mungkin menggambarkan
hidup manusia tanpa atau di luar masyarakat. Maka manusia, masyarakat, dan
hukum merupakan pengertian yang tidak bisa dipisahkan. Untuk mencapai
ketertiban dalam masyarakat, diperlukan adanya kepastian dalam pergaulan
antar-manusia dalam masyarakat. Kepastian ini bukan saja agar kehidupan masyarakat
menjadi teratur akan tetapi akan mempertegas lembaga-lembaga hukum mana yang
melaksanakannya.
Hukum yang baik
adalah hukum yang sesuai dengan hukum yang hidup (the living law) dalam
masyarakat, yang tentunya sesuai pula atau merupakan pencerminan dari nilai-nilai
yang berlaku dalam masyarakat tersebut.
Manusia dan
hukum adalah dua entitas yang tidak bisa dipisahkan. Bahkan dalam ilmu hukum,
terdapat adagium yang terkenal yang berbunyi: “Ubi societas ibi jus” (di mana
ada masyarakat di situ ada hukumnya). Artinya bahwa dalam setiap pembentukan
suatu bangunan struktur sosial yang bernama masyarakat, maka selalu akan
dibutuhkan bahan yang bersifat sebagai “semen perekat” atas berbagai komponen
pembentuk dari masyarakat itu, dan yang berfungsi sebagai “semen perekat”
tersebut adalah hukum.
Untuk mewujudkan
keteraturan, maka mula-mula manusia membentuk suatu struktur tatanan
(organisasi) di antara dirinya yang dikenal dengan istilah tatanan sosial
(social order) yang bernama: masyarakat. Guna membangun dan mempertahankan
tatanan sosial masyarakat yang teratur ini, maka manusia membutuhkan pranata
pengatur yang terdiri dari dua hal: aturan (hukum) dan si pengatur (kekuasaan).
Tujuan Hukum
Banyak teori
atau pendapat mengenai tujuan hukum. Berikut teori-teori dari para ahli :
- Prof. Subekti, SH: Hukum itu mengabdi pada tujuan negara yaitu mencapai kemakmuran dan kesejahteraan rakyatnya dengan cara menyelenggarakan keadilan. Keadilan itu menuntut bahwa dalam keadaan yang sama tiap orang mendapat bagian yang sama pula.
- Prof. Mr. Dr. LJ. van Apeldoorn: Tujuan hukum adalah mengatur hubungan antara sesama manusia secara damai. Hukum menghendaki perdamaian antara sesama. Dengan menimbang kepentingan yang bertentangan secara teliti dan seimbang.
- Geny : Tujuan hukum semata-mata ialah untuk mencapai keadilan. Dan ia kepentingan daya guna dan kemanfaatan sebagai unsur dari keadilan.
- Roscoe Pound berpendapat bahwa hukum berfungsi sebagai alat merekayasa masyarakat (law is tool of social engineering).
- Muchatr Kusumaatmadja berpendapat bahwa tujuan pokok dan utama dari hukum adalah ketertiban. Kebutuhan akan ketertiban ini merupakan syarat pokok bagi adanya suatu masyarakat manusia yang teratur.
Tujuan hukum
menurut hukum positif Indonesia
termuat dalam pembukaan UUD 1945 alinea keempat yang berbunyi “..untuk
membentuk suatu pemerintahan Negara Indonesia
yang melindungi segenap bangsa Indonesia
dan seluruh tumpah darah Indonesia
dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan bangsa dan ikut
melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan perdamaian abadi dan keadilan
sosial”.
Pada umumnya
hukum bertujuan menjamin adanya kepastian hukum dalam masyarakat. Selain itu,
menjaga dan mencegah agar tiap orang tidak menjadi hakim atas dirinya sendiri,
namun tiap perkara harus diputuskan oleh hakim berdasarkan dengan ketentuan
yang sedang berlaku.
Penegakan Hukum
Indonesia
adalah negara yang berdasarkan atas hukum (rechtstaat), bukan berdasarkan
kekuasaan (machstaat) apalagi bercirikan negara penjaga malam
(nachtwachterstaat). Sejak awal kemerdekaan, para bapak bangsa ini sudah
menginginkan bahwa negara Indonesia
harus dikelola berdasarkan hukum.
Ketika memilih
bentuk negara hukum, otomatis keseluruhan penyelenggaraan negara ini harus
sedapat mungkin berada dalam koridor hukum. Semua harus diselenggarakan secara
teratur (in order) dan setiap pelanggaran terhadapnya haruslah dikenakan sanksi
yang sepadan.
Penegakkan
hukum, dengan demikian, adalah suatu kemestian dalam suatu negara hukum.
Penegakan hukum adalah juga ukuran untuk kemajuan dan kesejahteraan suatu
negara. Karena, negara-negara maju di dunia biasanya ditandai, tidak sekedar
perekonomiannya maju, namun juga penegakan hukum dan perlindungan hak asasi
manusia (HAM) –nya berjalan baik. Dalam menegakkan hukum ada tiga unsur yang harus
diperhatikan yaitu kepastian hukum, kemanfaatan dan keadilan.
Friedmann
berpendapat bahwa efektifitas hukum ditentukan oleh tiga komponen, yaitu:
- Substansi hokum yaitu materi atau muatan hukum. Dalam hal ini peraturan haruslah peraturan yang benar-benar dibutuhkan oleh masyarakat untuk mewujudkan ketertiban bersama.
- Aparat Penegak Hukum agar hukum dapat ditegakkan, diperlukan pengawalan yang dilaksanakan oleh aparat penegak hukum yang memiliki komitmen dan integritas tinggi terhadap terwujudnya tujuan hukum.
- Budaya
Hukum yaitu budaya hukum yang dimaksud adalah budaya masyarakat yang tidak
berpegang pada pemikiran bahwa hukum ada untuk dilanggar, sebaliknya hukum
ada untuk dipatuhi demi terwujudnya kehidupan bersama yang tertib dan
saling menghargai sehingga harmonisasi kehidupan bersama dapat terwujud.
KESIMPULAN
Manusia, nilai,
moral dan hukum adalah suatu hal yang saling berkaitan satu sama lainnya,
karena manusia memiliki nilai, moral, dan hukum yang harus diterapkan dalam
kehidupan sehari-hari untuk menjadi manusia yang seutuhnya.
tim dosen mata kuliah ISBD, 2012, Ilmu social dan Budaya Dasar :
Universitas negeri Medan
http://www.scribd.com/doc/43278292/Nilai-Moral-Hukum-Dan-Manusia