Senin, 15 Oktober 2012

BUDAYA MENULIS

      Menulis adalah bagian dari media berekspresi. Seseorang menulis karena ingin menuangkan ide yang telah menumpuk dalam pikirannya. Banyak orang tertarik dalam bidang tulis-menulis salah satunya ingin menjadi seseorang yang dikenal. Terlepas dari hal itu, menulis adalah suatu kegiatan positif yang mendayagunakan kata-kata. Seseorang yang tidak dapat menuangkan ide-ide secara lisan dapat mengungkapkannya melalui tulisan. 
      
      Dengan menulis, seorang seperti membenamkan diri dalam proses kreatif. Karena ketika menulis, itu berarti seseorang tersebut menciptakan sesuatu, yang juga berarti melontarkan pertanyaan-pertanyaan, mengalami keraguan dan kebingungan, sampai akhirnya menemukan pemecahan. Dan ketika proses kreatif tersebut semakin dilatih, seseorang akan semakin mudah untuk mengalihkan keahliannya kepada bidang lain yang juga membutuhkan solusi kreatif.

      Mengingat banyaknya manfaat kegiatan menulis, budaya menulis tentu perlu ditumbuhkembangkan. Namun untuk menumbuhkan kebudayaan tersebut hal yang pertama kali yang harus dimiliki yaitu menumbuhkan dulu kecintaan dan kebiasaan kita dalam hal membaca. Sebab dibutuhkan kemampuan ataupun kecerdasan bahasa guna mengungkapakan pemikiran agar ketika menulis, seorang penulis dapat dengan mudah dalam hal pemilihan kata yang tepat didalam tulisannya. Dan membaca merupakan solusinya. Semakin banyak buku yang dibaca, semakin banyak juga kata-kata yang bisa diproduksi. Ibarat semakin banyak minum air, maka semakin banyak mengeluarkan air.

      Suatu fenomena yang terjadi saat ini adalah, menulis ibarat sebuah momok yang menakutkan. Padahal dalam menempuh pendidikan, kita tidak dapat melepaskan aktivitas kita dari kegiatan membaca dan menulis. Seringkali kita menemukan, banyaknya jumlah mahasiswa yang harus tertunda kelulusannya karena terkendala dalam tugas akhirnya dalam penulisan skripsi. Tidak hanya itu, seringkali juga kita menemukan banyak kasus plagiat yang terjadi di Indonesia, hanya demi mengejar suatu gelar yang sangat prestise. Seperti kasus plagiat yang baru-baru ini menimpa Anak Agung Banyu Prawita, seorang guru besar jurusan Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Politik, Universitas Katolik Parahyangan. Gelar Profesor sekaligus Guru besar terpaksa harus dicopot, sebab artikelnya yang berjudul RI as A New Middle Power memiliki banyak kesamaan dengan artikel yang ditulis Carl Ungerer, penulis asal Australia. Tulisannya berjudul The Middle Power, Concept in Australia Foreign Policy yang telah lebih dulu dimuat di Australian Journal of Politics and History Volume 53, 2007.
Penjiplakan tersebut tentu bukan “prestasi” yang patut dibanggakan oleh bangsa ini. Sebab sebagai bangsa bermartabat, seharusnya kita malu dan khawatir karena punya “budaya menjiplak”. Sebab, jika penjiplakan dibiarkan terus-menerus, pelan tetapi pasti bangsa ini bakal kehilangan jati diri, karakter, dan daya cipta.
      Kasus penjiplakan yang terjadi tersebut tentu tidak perlu terulang lagi apabila masyarakat kita telah dapat membudayakan kembali budaya baca yang menjadi titik pangkal dari budaya menulis.. Budaya baca saat ini masih merupakan menjadi kendala yang sangat besar bagi kita harus lebih dikedepankan kembali untuk meningkatkan kemauan untuk membaca dimasyarakat. Budaya sedikit-sedikit membaca yang menjadi slogan bagi masyarakat Jepang, bertolak belakang dengan budaya kita yang tidak sedikit-dikit membaca, namun hanya sedikt membaca. Kita dapat melihat di televisi, baik dalam situasi apapun, seperti didalam kendaraan pada saat bepergian atau menunggu kedatangan bis umum, banyak diantara masyarakat Jepang memanfaatkan waktu luangnya tersebut dengan membaca. Bertolak belakang halnya dengan budaya kita, yang lebih senang untuk bercanda didalam bis ataupun memanfaatkan waktu didalam bis untuk memejamkan matanya.

      Kebiasaan tersebut seharusnnya dapat kita ubah. Kita tidak perlu hingga meniru masyarakat Jepang yang begitu senangnya dalam hal membaca. Kita dapat memulai dari diri kita sendiri terlebih dahulu dengan menanyakan sudah berapa lembar dari sebuah buku yang telah saya baca dalam satu hari ini. Bagaimana mungkin kita dapat membuat sebuah tulisan yang baik apabila kita jarang sekali membaca. Sebab aktivitas membaca dan menulis pada dasarnya tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Untuk dapat melakukan aktivitas menulis, seseorang dituntut membudayakan aktivitas membaca. Namun demikian, aktivitas membaca yang menjadi landasan menulis ini ternyata belum begitu maksimal. Padahal budaya membaca dapat membuka cakrawala pengetahuan yang sangat berguna. Lebih dari itu, membaca dan menulis bukan sekedar menyampaikan ide, informasi, atau data dan peristiwa. Namun melatih seseorang untuk dapat berperilaku jujur. sebab tulisan yang dibuat atas dasar kejujuran dapat memberikan energi berupa kepuasan dan semangat untuk berkarya bagi penulis.

      Ada banyak media yang dapat kita gunakan sebagai tempat kita menuangkan tulisan kita. Salah satu media virtual yang relevan untuk meningkatkan kompetensi profesional seseorang dalam mengembangkan aktivitas dan budaya menulis adalah blog (weblog). Akan tetapi kehadiran tekhnologi jejaring sosial seperti facebook dan twitter yang perkembanganya sangat pesat, justru menyebabkan penurunan jumlah pengguna blogger yang biasa menghasilkan karya-karya berupa tulisan ilmiah yang sangat berguna. Memang kita juga tidak dapat memungkiri, hadirnya jejaring sosial tersebut menumbuhkembangkan budaya menulis bagi masyarakat. Namun tulisan yang dihasilkan lebih banya berupa curhat seputar cinta dan artikel copy paste dari sumber lain. Meski tentu saja ada satu dua orang yang saya nilai sebenarnya memiliki bakat besar dalam bidang tulis menulis dan saya menyukai tulisan yang dibuatnya, namun secara umum memang harus diakui bahwa budaya menulis secara aktif masih belum membudaya. Terlebih jenis tulisan yang bersifat reflektif dan personal. Mereka hanya tertarik menulis dengan karakter pendek dan hanya berupa ungkapan status daripada menulis panjang dan berisi hal-hal positif dan lebih detail, seperti saat menulis di blog. Hal ini didukung lagi dengan kebiasaan masyarakat Indonesia yang cenderung menyukai percakapan atau obrolan yang santai ketimbang harus menelaah tulisan yang panjang lagi dan menjenuhkan.

      Pemerintah seharusnya peka dengan segala keadaan ini. Dibutuhkan suatu upaya yang dapat mendorong para generasi muda saat ini guna lebih membudayakan kegiatan membaca dan menulis. Sebab cepat atau lambat, hal ini akan berdampak serius bagi sumber daya manusia di negara kita ini. Penjiplakan yang marak terjadi tentu tidak akan terjadi apabila membaca dan menulis telah menjadi suatu kebudayaan bagi masyarakat kita.
Mengatasi fenomena ini lebih tepat langkah awal yang ditempuh yaitu dengan menghidupan kembali gerakan gemar membaca dan gemar menulis dari level pendidikan yang lebih rendah (Tk dan Sd) sampai keperguruan tinggi yang langsung diimplementasikan dalam kehidupan dan bukan cuma hanya lewat seminar dan simposium yang hanya dihadiri oleh kalangan tertentu yang cendrung untuk mengkonsumsi buat memperkaya wawasan sendiri.
Salah satu cara penyelenggarakan pendidikan tepat adalah dengan mengembangkan budaya membaca, menulis, dan berhitung bagi segenap warga masyarakat. Penegasan itu jelas tercantum dalam Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Bab III Pasal 4 ayat 5. Begitu pentingnya sehingga lelulur bangsa Indonesia menciptakan ungkapan membaca adalah kunci ilmu, sedangkan gudang ilmu adalah buku.

      Faktor penting dalam masyarakat yang mampu mendorong tumbuhnya minat baca adalah guru. Sebab guru memiliki peluang untuk menciptakan pembelajaran yang berbasis buku, juga mendorong siswa untuk aktif mengeksplorasi konteksnya dalam masyarakat.
Jika diamati, sebagian besar kegiatan di sekolah lebih berorientasi pada misi pendidikan dan pengajaran oleh guru di kelas, sedangkan visi dan misi ilmiah dalam bentuk penulisan dan publikasi ilmiah sering terabaikan. Implikasi dari kenyataan tersebut, penulisan dan publikasi karya ilmiah di kalangan tenaga pendidik masih memprihatinkan. Hal ini ditandai dengan rendahnya produktivitas guru ataupun dosen dalam menulis dan mempublikasikan karya ilmiah, termasuk di dalamnya pemakaian bahasa Indonesia ragam tulis ilmiah.
Tidak hanya itu, keengganan para dosen atau tenaga pendidik selama ini untuk menulis disebabkan banyak diantara mereka yang tidak punya banyak waktu serta imbalan menulis yang masih relatif kecil. Karena itu, alangkah lebih baik bila pemerintah juga untuk menyediakan dana bagi para penulis dari kalangan tenaga pendidik.

      Di lain pihak, motivasi internal dalam diri mahasiswa sendiri untuk giat menulis tentu saja sangat diharapkan. Respons positif diharapkan muncul dari mahasiswa dengan, pertama, mengerjakan tugas-tugas penyusunan makalah, paper, laporan praktik/observasi sesuai kaidah keilmuan dan kepenulisan yang benar. Kedua, berperan dan berpartisipasi aktif dalam setiap perlombaan karya tulis ilmiah sebagai upaya menerapkan dan menguji ilmu pengetahuan terkait jurusan dan program studinya. Ketiga, mengembangkan ilmu pengetahuan terkait jurusan dan program studinya melalui karya-karya tulis yang dapat memberikan kontribusi bagi kehidupan masyarakat.
      Sumber bacaan atau referensi tentunya sangat mempengaruhi hasil tulisan. Buku yang dibaca oleh seorang dapat berpengaruh dalam pengembangan karya. Membaca sesuai kebutuhan menjadikan tulisan lebih bernilai karena memiliki dasar-dasar yang kuat. Dengan membaca seseorang mempunyai wawasan yang lebih luas dan memiliki perspektif lain mengenai dunia yang sedang digeluti.
Membaca merupakan awal dari tindakan menulis. Seseorang yang telah banyak melahap buku bacaan sekali waktu ingin menumpahkan kembali gagasan-gagasan yang telah dihimpunnya. Namun untuk membangun budaya membaca dan menulis dibutuhkan sarana dan prasarana yaitu buku dan perpustakaan yang harus dibangun sampai tingkat desa bahkan RT/RW. Dan hal inilah salah satu faktor yang menyebabkan kemampuan membaca anak-anak Indonesia tergolong rendah. Sebab sarana dan prasarana khususnya perpustakaan baik diperpustakaan sekolah maupun diperguruan tinggi sekalipun yang buku-bukunya belum mendapat prioritas. Sedangkan kegiatan membaca membutuhkan buku-buku yang memadai dan bermutu serta ditunjang eksistensi perpustakaan.

      Perpustakaan merupakan sarana sumber belajar yang efektif untuk menambah pengetahuan melalui beraneka bacaan. Berbeda dengan pengetahuan dan ketrampilan yang dipelajari secara klasikal di sekolah, perpustakaan menyediakan berbagai bahan pustaka yang secara individual dapat digumuli peminatnya masing-masing.
Diharapkan di masa kini dan yang akan datang perpustakaan di Indonesia menjadi bagian hidup keseharian masyarakat Indonesia dan merupakan kebutuhan hidup sehari-hari. Peranan perpustakaan dalam menumbuh kembangkan minat baca dan cinta buku merupakan keharusan yang tidak bisa ditawar-tawar. Sebab menciptakan manusia cerdas, terampil, dan berkualitas ditentukan oleh membaca. Tanpa membaca tiada berarti apa-apa bagi manusia.

      Orang yang kutu buku belum tentu dapat mengungkapkan gagasan-gagasannya dalam bentuk tulisan. Namun seorang penulis pasti juga seorang pembaca yang baik. Semakin banyak buku yang kita baca, semakin banyak pula ide yang masuk kedalam otak kita. Jika kita hanya membaca tanpa usaha untuk menulis, maka kita tak ubahnya ibarat sebuah gudang buku, bukan penerbit buku. Gudang hanya untuk menyimpan barang-barang yang biasanya lama tanpa mengeluarkan atau menciptakan karya yang baru. Setiap pabrik atau perusahaan memiliki gudang namun permasalahannya tidak semua gudang merupakan kepunyaan pabrik. Pabrik memproduksi barang baru sedangkan gudang hanya menyimpannya. Semua gudang merupakan kepunyaan pabrik. Pabrik memproduksi barang baru sedangkan gudang hanya menyimpannya.

      Kita perlu merubah paradigma kita yang selama ini puas dan bangga hanya dengan mengoleksi dan membaca karya-karya orang lain, dengan menciptakan karya tulis untuk orang lain. Kita jangan puas hanya sebagai konsumen, yang membeli, mengumpulkan dan membaca pikiran orang lain. Kita perlu menjadi produsen untuk menciptakan karya yang dapat dinikmati oleh orang lain. Oleh karena itu, mari kita menjadikan membaca dan menulis menjadi budaya dalam kehidupan kita sehari hari.

SUMBER : http://chandrasilaen.wordpress.com/2010/07/24/budaya-menulis/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...