Menulis adalah bagian dari media
berekspresi. Seseorang menulis karena ingin menuangkan ide yang telah
menumpuk dalam pikirannya. Banyak orang tertarik dalam bidang
tulis-menulis salah satunya ingin menjadi seseorang yang dikenal.
Terlepas dari hal itu, menulis adalah suatu kegiatan positif yang
mendayagunakan kata-kata. Seseorang yang tidak dapat menuangkan ide-ide
secara lisan dapat mengungkapkannya melalui tulisan.
Dengan menulis,
seorang seperti membenamkan diri dalam proses kreatif. Karena ketika
menulis, itu berarti seseorang tersebut menciptakan sesuatu, yang juga
berarti melontarkan pertanyaan-pertanyaan, mengalami keraguan dan
kebingungan, sampai akhirnya menemukan pemecahan. Dan ketika proses
kreatif tersebut semakin dilatih, seseorang akan semakin mudah untuk
mengalihkan keahliannya kepada bidang lain yang juga membutuhkan solusi
kreatif.
Mengingat banyaknya manfaat kegiatan
menulis, budaya menulis tentu perlu ditumbuhkembangkan. Namun untuk
menumbuhkan kebudayaan tersebut hal yang pertama kali yang harus
dimiliki yaitu menumbuhkan dulu kecintaan dan kebiasaan kita dalam hal
membaca. Sebab dibutuhkan kemampuan ataupun kecerdasan bahasa guna
mengungkapakan pemikiran agar ketika menulis, seorang penulis dapat
dengan mudah dalam hal pemilihan kata yang tepat didalam tulisannya.
Dan membaca merupakan solusinya. Semakin banyak buku yang dibaca,
semakin banyak juga kata-kata yang bisa diproduksi. Ibarat semakin
banyak minum air, maka semakin banyak mengeluarkan air.
Suatu fenomena yang terjadi saat ini adalah,
menulis ibarat sebuah momok yang menakutkan. Padahal dalam menempuh
pendidikan, kita tidak dapat melepaskan aktivitas kita dari kegiatan
membaca dan menulis. Seringkali kita menemukan, banyaknya jumlah
mahasiswa yang harus tertunda kelulusannya karena terkendala dalam tugas
akhirnya dalam penulisan skripsi. Tidak hanya itu, seringkali juga kita
menemukan banyak kasus plagiat yang terjadi di Indonesia, hanya demi
mengejar suatu gelar yang sangat prestise. Seperti kasus plagiat yang
baru-baru ini menimpa Anak Agung Banyu Prawita, seorang guru besar
jurusan Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Politik,
Universitas Katolik Parahyangan. Gelar Profesor sekaligus Guru besar
terpaksa harus dicopot, sebab artikelnya yang berjudul RI as A New
Middle Power memiliki banyak kesamaan dengan artikel yang ditulis Carl
Ungerer, penulis asal Australia. Tulisannya berjudul The Middle Power,
Concept in Australia Foreign Policy yang telah lebih dulu dimuat di
Australian Journal of Politics and History Volume 53, 2007.
Penjiplakan tersebut tentu bukan “prestasi”
yang patut dibanggakan oleh bangsa ini. Sebab sebagai bangsa
bermartabat, seharusnya kita malu dan khawatir karena punya “budaya
menjiplak”. Sebab, jika penjiplakan dibiarkan terus-menerus, pelan
tetapi pasti bangsa ini bakal kehilangan jati diri, karakter, dan daya
cipta.
Kasus penjiplakan yang terjadi tersebut tentu tidak perlu terulang lagi
apabila masyarakat kita telah dapat membudayakan kembali budaya baca
yang menjadi titik pangkal dari budaya menulis.. Budaya baca saat ini
masih merupakan menjadi kendala yang sangat besar bagi kita harus lebih
dikedepankan kembali untuk meningkatkan kemauan untuk membaca
dimasyarakat. Budaya sedikit-sedikit membaca yang menjadi slogan bagi
masyarakat Jepang, bertolak belakang dengan budaya kita yang tidak
sedikit-dikit membaca, namun hanya sedikt membaca. Kita dapat melihat di
televisi, baik dalam situasi apapun, seperti didalam kendaraan pada
saat bepergian atau menunggu kedatangan bis umum, banyak diantara
masyarakat Jepang memanfaatkan waktu luangnya tersebut dengan membaca.
Bertolak belakang halnya dengan budaya kita, yang lebih senang untuk
bercanda didalam bis ataupun memanfaatkan waktu didalam bis untuk
memejamkan matanya.
Kebiasaan tersebut seharusnnya dapat kita
ubah. Kita tidak perlu hingga meniru masyarakat Jepang yang begitu
senangnya dalam hal membaca. Kita dapat memulai dari diri kita sendiri
terlebih dahulu dengan menanyakan sudah berapa lembar dari sebuah buku
yang telah saya baca dalam satu hari ini. Bagaimana mungkin kita dapat
membuat sebuah tulisan yang baik apabila kita jarang sekali membaca.
Sebab aktivitas membaca dan menulis pada dasarnya tidak dapat dipisahkan
satu sama lain. Untuk dapat melakukan aktivitas menulis, seseorang
dituntut membudayakan aktivitas membaca. Namun demikian, aktivitas
membaca yang menjadi landasan menulis ini ternyata belum begitu
maksimal. Padahal budaya membaca dapat membuka cakrawala pengetahuan
yang sangat berguna. Lebih dari itu, membaca dan menulis bukan sekedar
menyampaikan ide, informasi, atau data dan peristiwa. Namun melatih
seseorang untuk dapat berperilaku jujur. sebab tulisan yang dibuat atas
dasar kejujuran dapat memberikan energi berupa kepuasan dan semangat
untuk berkarya bagi penulis.
Ada banyak media yang dapat kita gunakan
sebagai tempat kita menuangkan tulisan kita. Salah satu media virtual
yang relevan untuk meningkatkan kompetensi profesional seseorang dalam
mengembangkan aktivitas dan budaya menulis adalah blog (weblog). Akan
tetapi kehadiran tekhnologi jejaring sosial seperti facebook dan twitter
yang perkembanganya sangat pesat, justru menyebabkan penurunan jumlah
pengguna blogger yang biasa menghasilkan karya-karya berupa tulisan
ilmiah yang sangat berguna. Memang kita juga tidak dapat memungkiri,
hadirnya jejaring sosial tersebut menumbuhkembangkan budaya menulis bagi
masyarakat. Namun tulisan yang dihasilkan lebih banya berupa curhat
seputar cinta dan artikel copy paste dari sumber lain. Meski tentu saja
ada satu dua orang yang saya nilai sebenarnya memiliki bakat besar dalam
bidang tulis menulis dan saya menyukai tulisan yang dibuatnya, namun
secara umum memang harus diakui bahwa budaya menulis secara aktif masih
belum membudaya. Terlebih jenis tulisan yang bersifat reflektif dan
personal. Mereka hanya tertarik menulis dengan karakter pendek dan hanya
berupa ungkapan status daripada menulis panjang dan berisi hal-hal
positif dan lebih detail, seperti saat menulis di blog. Hal ini didukung
lagi dengan kebiasaan masyarakat Indonesia yang cenderung menyukai
percakapan atau obrolan yang santai ketimbang harus menelaah tulisan
yang panjang lagi dan menjenuhkan.
Pemerintah seharusnya peka dengan segala
keadaan ini. Dibutuhkan suatu upaya yang dapat mendorong para generasi
muda saat ini guna lebih membudayakan kegiatan membaca dan menulis.
Sebab cepat atau lambat, hal ini akan berdampak serius bagi sumber daya
manusia di negara kita ini. Penjiplakan yang marak terjadi tentu tidak
akan terjadi apabila membaca dan menulis telah menjadi suatu kebudayaan
bagi masyarakat kita.
Mengatasi fenomena ini lebih tepat langkah awal yang ditempuh yaitu dengan menghidupan kembali gerakan gemar membaca dan gemar menulis dari level pendidikan yang lebih rendah (Tk dan Sd) sampai keperguruan tinggi yang langsung diimplementasikan dalam kehidupan dan bukan cuma hanya lewat seminar dan simposium yang hanya dihadiri oleh kalangan tertentu yang cendrung untuk mengkonsumsi buat memperkaya wawasan sendiri.
Mengatasi fenomena ini lebih tepat langkah awal yang ditempuh yaitu dengan menghidupan kembali gerakan gemar membaca dan gemar menulis dari level pendidikan yang lebih rendah (Tk dan Sd) sampai keperguruan tinggi yang langsung diimplementasikan dalam kehidupan dan bukan cuma hanya lewat seminar dan simposium yang hanya dihadiri oleh kalangan tertentu yang cendrung untuk mengkonsumsi buat memperkaya wawasan sendiri.
Salah satu cara penyelenggarakan pendidikan
tepat adalah dengan mengembangkan budaya membaca, menulis, dan berhitung
bagi segenap warga masyarakat. Penegasan itu jelas tercantum dalam
Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional,
Bab III Pasal 4 ayat 5. Begitu pentingnya sehingga lelulur bangsa
Indonesia menciptakan ungkapan membaca adalah kunci ilmu, sedangkan
gudang ilmu adalah buku.
Faktor penting dalam masyarakat yang mampu
mendorong tumbuhnya minat baca adalah guru. Sebab guru memiliki peluang
untuk menciptakan pembelajaran yang berbasis buku, juga mendorong siswa
untuk aktif mengeksplorasi konteksnya dalam masyarakat.
Jika diamati, sebagian besar kegiatan di
sekolah lebih berorientasi pada misi pendidikan dan pengajaran oleh guru
di kelas, sedangkan visi dan misi ilmiah dalam bentuk penulisan dan
publikasi ilmiah sering terabaikan. Implikasi dari kenyataan tersebut,
penulisan dan publikasi karya ilmiah di kalangan tenaga pendidik masih
memprihatinkan. Hal ini ditandai dengan rendahnya produktivitas guru
ataupun dosen dalam menulis dan mempublikasikan karya ilmiah, termasuk
di dalamnya pemakaian bahasa Indonesia ragam tulis ilmiah.
Tidak hanya itu, keengganan para dosen atau
tenaga pendidik selama ini untuk menulis disebabkan banyak diantara
mereka yang tidak punya banyak waktu serta imbalan menulis yang masih
relatif kecil. Karena itu, alangkah lebih baik bila pemerintah juga
untuk menyediakan dana bagi para penulis dari kalangan tenaga pendidik.
Di lain pihak, motivasi internal dalam diri
mahasiswa sendiri untuk giat menulis tentu saja sangat diharapkan.
Respons positif diharapkan muncul dari mahasiswa dengan, pertama,
mengerjakan tugas-tugas penyusunan makalah, paper, laporan
praktik/observasi sesuai kaidah keilmuan dan kepenulisan yang benar.
Kedua, berperan dan berpartisipasi aktif dalam setiap perlombaan karya
tulis ilmiah sebagai upaya menerapkan dan menguji ilmu pengetahuan
terkait jurusan dan program studinya. Ketiga, mengembangkan ilmu
pengetahuan terkait jurusan dan program studinya melalui karya-karya
tulis yang dapat memberikan kontribusi bagi kehidupan masyarakat.
Sumber bacaan atau referensi tentunya sangat mempengaruhi hasil tulisan.
Buku yang dibaca oleh seorang dapat berpengaruh dalam pengembangan
karya. Membaca sesuai kebutuhan menjadikan tulisan lebih bernilai karena
memiliki dasar-dasar yang kuat. Dengan membaca seseorang mempunyai
wawasan yang lebih luas dan memiliki perspektif lain mengenai dunia yang
sedang digeluti.
Membaca merupakan awal dari tindakan
menulis. Seseorang yang telah banyak melahap buku bacaan sekali waktu
ingin menumpahkan kembali gagasan-gagasan yang telah dihimpunnya. Namun
untuk membangun budaya membaca dan menulis dibutuhkan sarana dan
prasarana yaitu buku dan perpustakaan yang harus dibangun sampai tingkat
desa bahkan RT/RW. Dan hal inilah salah satu faktor yang menyebabkan
kemampuan membaca anak-anak Indonesia tergolong rendah. Sebab sarana dan
prasarana khususnya perpustakaan baik diperpustakaan sekolah maupun
diperguruan tinggi sekalipun yang buku-bukunya belum mendapat prioritas.
Sedangkan kegiatan membaca membutuhkan buku-buku yang memadai dan
bermutu serta ditunjang eksistensi perpustakaan.
Perpustakaan merupakan sarana sumber belajar
yang efektif untuk menambah pengetahuan melalui beraneka bacaan.
Berbeda dengan pengetahuan dan ketrampilan yang dipelajari secara
klasikal di sekolah, perpustakaan menyediakan berbagai bahan pustaka
yang secara individual dapat digumuli peminatnya masing-masing.
Diharapkan di masa kini dan yang akan datang perpustakaan di Indonesia menjadi bagian hidup keseharian masyarakat Indonesia dan merupakan kebutuhan hidup sehari-hari. Peranan perpustakaan dalam menumbuh kembangkan minat baca dan cinta buku merupakan keharusan yang tidak bisa ditawar-tawar. Sebab menciptakan manusia cerdas, terampil, dan berkualitas ditentukan oleh membaca. Tanpa membaca tiada berarti apa-apa bagi manusia.
Diharapkan di masa kini dan yang akan datang perpustakaan di Indonesia menjadi bagian hidup keseharian masyarakat Indonesia dan merupakan kebutuhan hidup sehari-hari. Peranan perpustakaan dalam menumbuh kembangkan minat baca dan cinta buku merupakan keharusan yang tidak bisa ditawar-tawar. Sebab menciptakan manusia cerdas, terampil, dan berkualitas ditentukan oleh membaca. Tanpa membaca tiada berarti apa-apa bagi manusia.
Orang yang kutu buku belum tentu dapat
mengungkapkan gagasan-gagasannya dalam bentuk tulisan. Namun seorang
penulis pasti juga seorang pembaca yang baik. Semakin banyak buku yang
kita baca, semakin banyak pula ide yang masuk kedalam otak kita. Jika
kita hanya membaca tanpa usaha untuk menulis, maka kita tak ubahnya
ibarat sebuah gudang buku, bukan penerbit buku. Gudang hanya untuk
menyimpan barang-barang yang biasanya lama tanpa mengeluarkan atau
menciptakan karya yang baru. Setiap pabrik atau perusahaan memiliki
gudang namun permasalahannya tidak semua gudang merupakan kepunyaan
pabrik. Pabrik memproduksi barang baru sedangkan gudang hanya
menyimpannya. Semua gudang merupakan kepunyaan pabrik. Pabrik
memproduksi barang baru sedangkan gudang hanya menyimpannya.
Kita perlu merubah paradigma kita yang
selama ini puas dan bangga hanya dengan mengoleksi dan membaca
karya-karya orang lain, dengan menciptakan karya tulis untuk orang lain.
Kita jangan puas hanya sebagai konsumen, yang membeli, mengumpulkan dan
membaca pikiran orang lain. Kita perlu menjadi produsen untuk
menciptakan karya yang dapat dinikmati oleh orang lain. Oleh karena itu,
mari kita menjadikan membaca dan menulis menjadi budaya dalam kehidupan
kita sehari hari.
SUMBER : http://chandrasilaen.wordpress.com/2010/07/24/budaya-menulis/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar