Kamis, 18 Oktober 2012

SAAT-SAAT MICROTEACHING


 
            Diantara semua matakuliah yang memusingkan, yang paling membuat deg-deg kan adalah “Microteaching”, kalau bukan karena lulus matakuliah wajib ini untuk syarat PPL, pasti saya tidak akan bisa mengikuti PPL seperti sekarang.
            Microteaching adalah praktek mengajar kecil di kelas sebagai latihan untuk persiapan menjadi guru dan praktek sebenarnya di sekolah. Ini adalah matakuliah wajib untuk ilmu pendidikan yang menjadi salah satu syarat untuk mengikuti PPL. Matakuliah ini dilakukan pada semester enam dan mengharuskan pesertanya berpakaian putih-hitam dan rapi, mempersiapkan RPP, praktek mengajar sebagai guru di depan teman-teman dan mempersiapkan mental mengajar.
            Dan inilah saatnya saya berada di semester enam dan mengikuti matakuliah microteaching, dosen yang mengampu matakuliah ini adalah Ibu Purnamawati dan pak Tambunan. Hari pertama masuk, ibu Purnamawati yang memberi kuliah yang berisi tentang syarat-syarat mengikuti matakuliah, pembagian buku dan pembagian mahasiswa yang sebagian akan diajar oleh ibu Purnamawati dan sebagian lagi diajar oleh pak Tambunan.
           
“karena ada dua dosen yang menangani matakuliah ini dan mahasiswa yang mengambil matakuliah ini juga banyak maka kita akan membaginya menjadi dua kelas yang sebagian akan diajar oleh saya dan sebagian lagi oleh pak Tambunan” kata bu Purnama.

“HAH….. APAAAAA!” seru semua mahasiswa.

“yang duduk bagian kanan masuk di kelas saya dan yang duduk di bagian kiri masuk di kelas pak Tambunan” kata bu Purnama.

“APAAAAA !!!” seru saya dan teman-teman yang duduk di bagian kiri.

“karena yang duduk di bagian kiri laki-laki semua mungkin cocok dengan pak Tambunan yang agak keras mungkin ngajarnya nanti” ucap bu Purnama.

“DUBRAAAKKK” jatuh terus mental saya karena masuk ke kelas pak Tambunan yang bu Purnama bilang cukup keras ngajarnya. Rasanya semakin mendebarkan karena belum pernah sekali pun kami diajar oleh pak Tambunan dan tidak ada satu pun dari kami yang mengenal pak tambunan.

“gimana woy……. ada yang kenal pak Tambunan ?” Tanya saya ke teman lainnya.
“aku pun gak tau ris” jawab beberapa teman.

            Untuk mereda kepanikan, maka terciptakanlah slogan “LAKIK BISA NGAJAR LAKIK” berhubung karena PPL nanti akan mengajar di SMK yang semua siswanya laki-laki dan sekarang pun dosen pengampu microteaching kami adalah laki-laki, jadi slogan konyol ini cukup untuk menumbuhkan rasa percaya diri dan meredakan kepanikan ini.
            Hari itu kemudian dilanjutkan dengan penarikan nomor urutan siswa yang akan tampil untuk praktek mengajar (macem arisan aja cabut nomor) tapi biar adil dan tidak di tunjuk siapa yang pertama kali maju maka cara ini dilakukan, tapi yang terjadi malah menjadi rusuh ada yang mengambil dua nomor lah, berebut ngambil nomorlah, menghilangkan nomor lah, semua itu terjadi karena semua menghindari dapat nomor satu dua atau tiga. Tetapi ya tetap semuanya berjalan, dan yang terlihat adalah yang mendapat nomor tiga teratas bermuka murung karena maju terlebih dahulu minggu depan dan yang mendapat urutan tiga terbawah mukanya berseri-seri karena bisa terlebih dahulu melihat yang lain beraksi minggu depannya.

***

Masuk microteaching rasanya seperti mau nembak cewek, jantung berdebar-debar, butuh persiapan yang matang, dan malu-malu tapi mau getoooh……(agak aneh dikit). Minggu ini pertamakalinya masuk microteaching dengan dosen pak Tambunan, dan tak lama kemudian dimulailah perkuliahan. “Hari ini membahas tentang pembuatan RPP karena jika RPP yang kita buat telah baik dan terperinci maka saat mengajar nanti akan lebih mudah” ujar pak Tambunan. Itulah topik dari perkuliahan hari ini “RPP”, dengan suasana yang tidak disangka. Pandangan awal yang menyangka dosennya akan galak atau keras cara mengajarnya ternyata terbantahkan, kenyataannya sangat santai, kocak dan menyenangkan.

“kalau kita tidak ada kelas untuk belajar, di bawah pohon itu pun kita bisa belajar”.

“gak zamannya lagi kalian meniru gaya guru kalian dulu mengajar, sekarang guru tidak perlu capek untuk ngomong-ngomong di depan”.

“dulu guru sering marah-marah, ah…..bodoh kali kau pun (sambil mencontohkan marah ke teman saya Satriawan) tapi sekarang gak perlu guru marah-marah”.

Begitulah beberapa perkataan pak Tambunan saat saling bertukar pendapat dengan gaya-gayanya yang kocak dan berlogat batak.

***
            Setiap ngeliat berita di TV pasti tentang serangan tomcat yang bisa bikin kulit melepuh kalau terkena cairannya. Biasanya semua berita serangan tomcat cuma ada di pulau jawa, ternyata di kelas kami saat microteaching juga ada, tapi semua ragu apa ini tomcat apa bukan ya ?.


            “WAN ADA TOMCAT DI TAS KU !” seru saya histeris.
            “mana-mana ?” Satriawan penasaran.
            “ini ko liat, tomcat kan ini !” seru saya.
            “gak tau ris” kata Satriawan.
            “ masak ko gak pernah liat berita di TV, TOMCAT ini !” seru saya ngotot.
            “oh iya” kata Satriawan.
            “OH IYA APAAN ? TOMCAT KAN INI ? !” seru saya sewot.
            Satriawan mengangkat angkat bahunya (tanda tidak tau).
            Saya berniat melempar Satriawan dari lantai dua kampus.

Enggak menemukan jawaban dari Satriawan, saya pun mengalihkan pertanyaan ke Agus.

            “Gus, ini TOMCAT kan !” seru saya.
            “ah, apa iya? Setau aku tomcat itu lebih besar kayak kumbang” kata Agus.
            “iya Gus, TOMCAT INI !” seru saya sewot, “coba kau pegang lah Gus, kalau kulitmu melepuh berarti ini tomcat” (sambil ngasih tuh tomcat ke Agus).
            “ EEEEHH……EH….JANGAN RIS !” seru Agus.
            “kalau ini bukan TOMCAT jangan takut lah Gus !” seru saya, “berarti ini beneran TOMCAT kan Gus” kata saya.
            “entah” Agus menggelengkan kepala.
            Saya berniat melempar Agus dan Satriawan bersama dari lantai dua kampus.
            “kok aku ikut dilempat juga ris” kata Satriawan.
            “gak apa biar sekalian sama agus, ntar kan kalian bisa berpelukan sambil jatuh” kata saya.

Amas dan Abdi mengganggu Agus yang sedang rebahkan kepalanya ke meja seperti sedang tertidur.

            “Gus ko kenapa lemas kali, kena gigit tomcat kau ?” Tanya Amas meledek.
            “iya Gus kena tomcat kau ?” kata Abdi menambah candaan. “Res, si Agus kena gigit tomcat apa obatnya Res ?” Tanya Abdi ke saya.
            “iya Gus ?, pake kan air sabun aja” seru saya ikut nyeletuk bercanda.
            “tu Gus pake air sabun biar sembuh kena tomcatnya hahaahaha…..” canda Amas dan Abdi.
***

Inilah beberapa teman-teman yang mengikuti microteaching dan pengalamannya yang terjadi saat praktek.
Teguh Maulana
            Teman saya yang ini adalah orang yang pertamakali maju untuk praktek di microteaching. Saat yang lainnya pada ragu-ragu (termasuk saya) Teguh menawarkan diri untuk maju mempraktekkan kemampuan mengajarnya sesuai dengan RPP yang dibuatnya dengan materi “Resistor”. Dengan media gambar dan resistor yang dibawanya untuk dibagikan, Teguh memulainya dengan tenang dan berurutan mulai dari penjelasan resistor, bentuknya dan pembacaan kode warnanya. Kemampuannya diapresiasikan oleh pak Tambunan dengan mengatakan apa yang ditampilkannya tadi sudah bagus. Dan ini merupakan awal pelecut semangat untuk teman-teman yang lainnya agar percaya diri termasuk saya.

Jaka Dwi Sandria, Satriawan dan Geri
            Jaka, Satriawan dan Geri  memilih topik saklar dengan membawa media yang berupa saklar sebagai contoh dalam pembelajarannya. Kalau Jaka cara mengajarnya menjelaskan sambil mempraktekkan penggunaan dan prinsip kerja saklar, jadi sambil memegang dan menunjukkan bagian-bagian saklar dia juga sambil menjelaskannya. Satriawan juga demikian, berbagai jenis saklar dia jelaskan fungsi dan bagian-bagiannya sambil menunjukkannya di saklar yang dia bawa. Kalau Geri mengajarnya sangat selow, bahkan terlalu selow sampai sampai edin terlalu focus memperhatikannya. Masih terlihat kecanggungan dalam berbicara saat Geri menyampaikan pembelajaran sehingga tidak semua materi dapat dijelaskannya dengan terperinci, tapi kalau saja dia menambah dengan melucu saat itu mungkin pembelajaran akan lebih hidup.

Zoelkarnain Rinanda T
            “bagaimana….. apakah ada ananda-ananda yang ingin bertanya” kata Zoel saat praktek microteaching, kata “ananda-ananda” merupakan ciri khas Zoel saat microteaching. Dengan materi “Transistor” Zoel menyiapkan media berupa gambar dan artikel yang telah disusunnya. Dengan pembawaan tenang dan kata-kata yang teratur pembelajaran berjalan lancar dan mudah dimengerti karena artikel yang dibuatnya, karena itu dia mendapat apresiasi oleh pak Tambunan.

Edin Efendi Nst
            Apara saya ini menampilkan materi tentang “peralatan dan perlengkapan K3”, yang luar biasanya Edin membawa sebagian peralatan dan perlengkapan K3 tersebut sebagai media pembelajarannya yang berupa sepatu, kacamata, helm, sarungtangan dan lainnya. Sambil menjelaskan, Edin menunjukkan media yang dia bawa dan menjelaskan fungsinya, dan yang membuat pembelajaran terasa menyenangkan adalah lelucon-lelucon yang dibawa Edin saat menjelaskan, dan ini mendapat apresiasi yang sangat bagus dari pak Tambunan meskipun sedikit bergetar tangan apara saya ini saat mengajar waktu itu tapi kan hasilnya MANTAP.

M. Faisal P
            Teman saya yang satu ini baru sembuh dari sakit demam berdarah saat mengikuti microteaching, dengan membawakan materi “Dioda” dan dilengkapi dengan media berupa gambar, artikel dan macam-macam dioda, Faisal menjelaskannya dengan sedikit gugup karena ini baru penampilan pertama karena sebelumnya sakit sehingga tidak masuk kuliah.

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...