Diantara semua matakuliah yang
memusingkan, yang paling membuat deg-deg kan adalah “Microteaching”, kalau
bukan karena lulus matakuliah wajib ini untuk syarat PPL, pasti saya tidak akan
bisa mengikuti PPL seperti sekarang.
Microteaching adalah praktek
mengajar kecil di kelas sebagai latihan untuk persiapan menjadi guru dan
praktek sebenarnya di sekolah. Ini adalah matakuliah wajib untuk ilmu
pendidikan yang menjadi salah satu syarat untuk mengikuti PPL. Matakuliah ini
dilakukan pada semester enam dan mengharuskan pesertanya berpakaian putih-hitam
dan rapi, mempersiapkan RPP, praktek mengajar sebagai guru di depan teman-teman
dan mempersiapkan mental mengajar.
Dan inilah saatnya saya berada di
semester enam dan mengikuti matakuliah microteaching, dosen yang mengampu matakuliah
ini adalah Ibu Purnamawati dan pak Tambunan. Hari pertama masuk, ibu
Purnamawati yang memberi kuliah yang berisi tentang syarat-syarat mengikuti
matakuliah, pembagian buku dan pembagian mahasiswa yang sebagian akan diajar
oleh ibu Purnamawati dan sebagian lagi diajar oleh pak Tambunan.
“karena ada dua
dosen yang menangani matakuliah ini dan mahasiswa yang mengambil matakuliah ini
juga banyak maka kita akan membaginya menjadi dua kelas yang sebagian akan diajar
oleh saya dan sebagian lagi oleh pak Tambunan” kata bu Purnama.
“HAH…..
APAAAAA!” seru semua mahasiswa.
“yang duduk
bagian kanan masuk di kelas saya dan yang duduk di bagian kiri masuk di kelas
pak Tambunan” kata bu Purnama.
“APAAAAA !!!”
seru saya dan teman-teman yang duduk di bagian kiri.
“karena yang
duduk di bagian kiri laki-laki semua mungkin cocok dengan pak Tambunan yang
agak keras mungkin ngajarnya nanti” ucap bu Purnama.
“DUBRAAAKKK”
jatuh terus mental saya karena masuk ke kelas pak Tambunan yang bu Purnama
bilang cukup keras ngajarnya. Rasanya semakin mendebarkan karena belum pernah
sekali pun kami diajar oleh pak Tambunan dan tidak ada satu pun dari kami yang
mengenal pak tambunan.
“gimana woy…….
ada yang kenal pak Tambunan ?” Tanya saya ke teman lainnya.
“aku pun gak tau
ris” jawab beberapa teman.
Untuk mereda kepanikan, maka
terciptakanlah slogan “LAKIK BISA NGAJAR LAKIK” berhubung karena PPL nanti akan
mengajar di SMK yang semua siswanya laki-laki dan sekarang pun dosen pengampu
microteaching kami adalah laki-laki, jadi slogan konyol ini cukup untuk
menumbuhkan rasa percaya diri dan meredakan kepanikan ini.
Hari itu kemudian dilanjutkan dengan
penarikan nomor urutan siswa yang akan tampil untuk praktek mengajar (macem
arisan aja cabut nomor) tapi biar adil dan tidak di tunjuk siapa yang pertama
kali maju maka cara ini dilakukan, tapi yang terjadi malah menjadi rusuh ada
yang mengambil dua nomor lah, berebut ngambil nomorlah, menghilangkan nomor
lah, semua itu terjadi karena semua menghindari dapat nomor satu dua atau tiga.
Tetapi ya tetap semuanya berjalan, dan yang terlihat adalah yang mendapat nomor
tiga teratas bermuka murung karena maju terlebih dahulu minggu depan dan yang
mendapat urutan tiga terbawah mukanya berseri-seri karena bisa terlebih dahulu
melihat yang lain beraksi minggu depannya.
***
Masuk
microteaching rasanya seperti mau nembak cewek, jantung berdebar-debar, butuh
persiapan yang matang, dan malu-malu tapi mau getoooh……(agak aneh dikit).
Minggu ini pertamakalinya masuk microteaching dengan dosen pak Tambunan, dan
tak lama kemudian dimulailah perkuliahan. “Hari ini membahas tentang pembuatan
RPP karena jika RPP yang kita buat telah baik dan terperinci maka saat mengajar
nanti akan lebih mudah” ujar pak Tambunan. Itulah topik dari perkuliahan hari
ini “RPP”, dengan suasana yang tidak disangka. Pandangan awal yang menyangka
dosennya akan galak atau keras cara mengajarnya ternyata terbantahkan,
kenyataannya sangat santai, kocak dan menyenangkan.
“kalau kita
tidak ada kelas untuk belajar, di bawah pohon itu pun kita bisa belajar”.
“gak zamannya
lagi kalian meniru gaya
guru kalian dulu mengajar, sekarang guru tidak perlu capek untuk
ngomong-ngomong di depan”.
“dulu guru
sering marah-marah, ah…..bodoh kali kau pun (sambil mencontohkan marah ke teman
saya Satriawan) tapi sekarang gak perlu guru marah-marah”.
Begitulah
beberapa perkataan pak Tambunan saat saling bertukar pendapat dengan
gaya-gayanya yang kocak dan berlogat batak.
***
Setiap
ngeliat berita di TV pasti tentang serangan tomcat yang bisa bikin kulit
melepuh kalau terkena cairannya. Biasanya semua berita serangan tomcat cuma ada
di pulau jawa, ternyata di kelas kami saat microteaching juga ada, tapi semua
ragu apa ini tomcat apa bukan ya ?.
“WAN
ADA TOMCAT DI TAS KU !” seru saya histeris.
“mana-mana
?” Satriawan penasaran.
“ini
ko liat, tomcat kan
ini !” seru saya.
“gak
tau ris” kata Satriawan.
“
masak ko gak pernah liat berita di TV, TOMCAT ini !” seru saya ngotot.
“oh
iya” kata Satriawan.
“OH
IYA APAAN ? TOMCAT KAN
INI ? !” seru saya sewot.
Satriawan
mengangkat angkat bahunya (tanda tidak tau).
Saya
berniat melempar Satriawan dari lantai dua kampus.
Enggak menemukan jawaban dari
Satriawan, saya pun mengalihkan pertanyaan ke Agus.
“Gus,
ini TOMCAT kan
!” seru saya.
“ah,
apa iya? Setau aku tomcat itu lebih besar kayak kumbang” kata Agus.
“iya
Gus, TOMCAT INI !” seru saya sewot, “coba kau pegang lah Gus, kalau kulitmu
melepuh berarti ini tomcat” (sambil ngasih tuh tomcat ke Agus).
“
EEEEHH……EH….JANGAN RIS !” seru Agus.
“kalau
ini bukan TOMCAT jangan takut lah Gus !” seru saya, “berarti ini beneran TOMCAT
kan Gus” kata saya.
“entah”
Agus menggelengkan kepala.
Saya
berniat melempar Agus dan Satriawan bersama dari lantai dua kampus.
“kok
aku ikut dilempat juga ris” kata Satriawan.
“gak
apa biar sekalian sama agus, ntar kan
kalian bisa berpelukan sambil jatuh” kata saya.
Amas dan Abdi mengganggu Agus yang
sedang rebahkan kepalanya ke meja seperti sedang tertidur.
“Gus
ko kenapa lemas kali, kena gigit tomcat kau ?” Tanya Amas meledek.
“iya
Gus kena tomcat kau ?” kata Abdi menambah candaan. “Res, si Agus kena gigit
tomcat apa obatnya Res ?” Tanya Abdi ke saya.
“iya
Gus ?, pake kan
air sabun aja” seru saya ikut nyeletuk bercanda.
“tu
Gus pake air sabun biar sembuh kena tomcatnya hahaahaha…..” canda Amas dan
Abdi.
***
Inilah beberapa teman-teman yang
mengikuti microteaching dan pengalamannya yang terjadi saat praktek.
Teguh Maulana
Teman saya yang ini adalah orang
yang pertamakali maju untuk praktek di microteaching. Saat yang lainnya pada
ragu-ragu (termasuk saya) Teguh menawarkan diri untuk maju mempraktekkan
kemampuan mengajarnya sesuai dengan RPP yang dibuatnya dengan materi
“Resistor”. Dengan media gambar dan resistor yang dibawanya untuk dibagikan,
Teguh memulainya dengan tenang dan berurutan mulai dari penjelasan resistor,
bentuknya dan pembacaan kode warnanya. Kemampuannya diapresiasikan oleh pak
Tambunan dengan mengatakan apa yang ditampilkannya tadi sudah bagus. Dan ini
merupakan awal pelecut semangat untuk teman-teman yang lainnya agar percaya
diri termasuk saya.
Jaka Dwi Sandria, Satriawan dan Geri
Jaka, Satriawan dan Geri memilih topik saklar dengan membawa media
yang berupa saklar sebagai contoh dalam pembelajarannya. Kalau Jaka cara
mengajarnya menjelaskan sambil mempraktekkan penggunaan dan prinsip kerja
saklar, jadi sambil memegang dan menunjukkan bagian-bagian saklar dia juga
sambil menjelaskannya. Satriawan juga demikian, berbagai jenis saklar dia
jelaskan fungsi dan bagian-bagiannya sambil menunjukkannya di saklar yang dia
bawa. Kalau Geri mengajarnya sangat selow, bahkan terlalu selow sampai sampai
edin terlalu focus memperhatikannya. Masih terlihat kecanggungan dalam
berbicara saat Geri menyampaikan pembelajaran sehingga tidak semua materi dapat
dijelaskannya dengan terperinci, tapi kalau saja dia menambah dengan melucu
saat itu mungkin pembelajaran akan lebih hidup.
Zoelkarnain Rinanda T
“bagaimana….. apakah ada
ananda-ananda yang ingin bertanya” kata Zoel saat praktek microteaching, kata
“ananda-ananda” merupakan ciri khas Zoel saat microteaching. Dengan materi
“Transistor” Zoel menyiapkan media berupa gambar dan artikel yang telah
disusunnya. Dengan pembawaan tenang dan kata-kata yang teratur pembelajaran
berjalan lancar dan mudah dimengerti karena artikel yang dibuatnya, karena itu
dia mendapat apresiasi oleh pak Tambunan.
Edin Efendi Nst
Apara saya ini menampilkan materi
tentang “peralatan dan perlengkapan K3”, yang luar biasanya Edin membawa
sebagian peralatan dan perlengkapan K3 tersebut sebagai media pembelajarannya
yang berupa sepatu, kacamata, helm, sarungtangan dan lainnya. Sambil
menjelaskan, Edin menunjukkan media yang dia bawa dan menjelaskan fungsinya,
dan yang membuat pembelajaran terasa menyenangkan adalah lelucon-lelucon yang
dibawa Edin saat menjelaskan, dan ini mendapat apresiasi yang sangat bagus dari
pak Tambunan meskipun sedikit bergetar tangan apara saya ini saat mengajar
waktu itu tapi kan hasilnya MANTAP.
M. Faisal P
Teman saya yang satu ini baru sembuh
dari sakit demam berdarah saat mengikuti microteaching, dengan membawakan
materi “Dioda” dan dilengkapi dengan media berupa gambar, artikel dan
macam-macam dioda, Faisal menjelaskannya dengan sedikit gugup karena ini baru
penampilan pertama karena sebelumnya sakit sehingga tidak masuk kuliah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar