Kamis, 14 Maret 2013

Evaluasi Pembelajaran


BAB I

PENDAHULUAN
  1. Latar Belakang
setiap orang ingin mengetahui sejauh mana dia telah dapat memenuhi tujuan yang diharapkan. Guru ingin mengetahui apakah siswanya telah menguasai apa yang telah diajarkan. Orangtua juga ingin mengetahui apakah apakah anaknya mengalami kemajuan saat belajar. Masyarakat juga ingin tahu sampai dimana tingkat prestasi belajar siswa secara umum sehingga dapat menentukan kualitas pendidikan yang ada. Dalam kehidupan sehari-hari orang sering menyamakan istilah tes , pengukuran dan evaluasi  yang sebenarnya saling berhubungan satu sama lainnya tetapi tidak memiliki arti yang sama.
            Menurut Budi Hatoro pengukuran atau measurement merupakan suatu proses atau kegiatan untuk menentukan kuantitas sesuatu yang bersifat numerik. Pengukuran lebih bersifat kuantitatif, bahkan merupakan instrumen untuk melakukan penilaian.
            Menurut Suharsimi Arikunto pengukuran adalah membandingkan sesuatu dengan suatu ukuran.
            Di dalam tes terdapat sekumpulan pertanyaan yang harus dijawab atau tugas yang harus dikerjakan, yang akan memberikan informasi mengenai aspek psikologis tertentu ( sampel perilaku ) berdasarkan jawaban yang diberikan individu yang dikenaites tersebut ( anastari, 1982:22 ).
            Menurut F.L. Goodenough tes sebagai suatu tugas atau serangkaian tugas yang diberikan kepada individu atau sekelompok individudengan maksud untuk membandingkan kecakapan mereka satu dengan yang lainnya. Lalu , apakah yang dimaksud evaluasi ?.

B. Batasan Masalah.
Pada makalah ini akan dibatasi pada masalah :
1. pengertian evaluasi pembalajaran
2. tujuan, fungsi dan manfaat evaluasi pembelajaran
3. macam – macam evaluasi
4. syarat – syarat evaluasi
5. pendekatan evaluasi
6. taksonomi bloom

C. Rumusan Masalah.
1. apakah pengertian evaluasi ?
2. apakah  tujuan, fungsi dan manfaat evaluasi pembelajaran ?
3. apakah macam – macam evaluasi ?
4. apakah syarat – syarat evaluasi
5. bagaimana pendekatan evaluasi ?
6. apakah taksonomi bloom?

D. Tujuan.
1. untuk mengetahui pengertian evaluasi ?
2. untuk mengetahui  tujuan, fungsi dan manfaat evaluasi pembelajaran ?
3. untuk mengetahui macam – macam evaluasi ?
4. untuk mengetahui syarat – syarat evaluasi
5. untuk mengetahui pendekatan evaluasi ?
6. untuk mengetahui taksonomi bloom?

E. Manfaat
            Dengan mempelajari tentang evaluasi pembelajaran , maka diharapkan mahasiswa nanti dapat menerapkan cara melakukan evaluasi pembelajaran dengan baik.













BAB II
Kajian teori

  1. Pengertian

Evaluasi merupakan “proses untuk memperoleh seberapa jauh pengalaman belajar berkembang dan terorganisasi yang benar-benar menghasilkan hasil yang diinginkan”( Tyler (1973:105).

Evaluasi adalah “a systematic process of determining the extend to which instructional objectives are achieved by pupils” (Evaluasi adalah suatu proses yang sistematis untuk menentukan atau membuat keputusan sampai sejauh mana tujuan-tujuan pengajaran telah dicapai oleh siswa). Norman E. Gronlund (dalam Purwanto, 2006: 3).

Evaluasi adalah “a continuous process of collecting and interpreting information in order to assess decisions made in designing a learning system” (Evaluasi adalah proses pengumpulan dan penginterpretasian informasi secara kontinyu untuk menilai keputusan yang telah dibuat dalam suatu proses pembelajaran). Robert H. Davis dkk. (dalam Oliva, 1992: 445).

Dalam Permendiknas Nomor 20 tahun 2007 tentang Standar Penilaian Pendidikan disebutkan bahwa “Penilaian pendidikan adalah proses pengumpulan dan pengolahan informasi untuk menentukan pencapaian hasil belajar peserta didik”

Evaluasi ialah proses yang menentukan sampai sejauh mana tujuan pendidikan
dapat dicapai (Tyler, 1950).

Evaluasi sebagai perbedaan apa yang ada dengan suatu standar untuk mengetahui apakah ada selisih (Maclcolm,1971).

Evaluasi ialah penelitian yang sistematik atau yang teratur tentang manfaat atau guna beberapa objek (Joint Committee, 1981).

Wiersma dan jurs berpendapat bahwa evaluasi adalah suatu proses yang mencakup pengukuran dan mungkin juga testing , yang juga berisi pengambilan keputusan tentang nilai. Arikunto juga berpendapat bahwa evaluasi merupakan kegiatan mengukur dan menilai. Berdasarkan pendapat tersebut dapat dinyatakan bahwa evaluasi memiliki cakupan yang lebih luas dari pada pengukuran dan testing.

  1. Tujuan evaluasi
  1. Mendeskripsikan kemampuan belajar siswa.
  2. mengetahui tingkat keberhasilan perencanaan belajar mengajar.
  3. menentukan tindak lanjut hasil penilaian.
  4. memberikan pertanggung jawaban (accountability)
  5. Memberi informasi sebagai dasar untuk :
    o Membuat kebijakan dan keputusan
    o Menilai hasil yang dicapai para pelajar
    o Menilai kurikulum
    o Memperbaiki materi dan program Pendidikan.

  1. Fungsi evaluasi
  1. Menelaah suatu obyek atau suatu keadaan untuk mendapatkan informasi yang tepat sebagai dasar untuk pengambilan keputusan.
  2. Mengungkapkan kelemahan proses yang meliputi bobot yang disajikan baik metode, media dan strategi yang dilaksanakan.
  3. Untuk mengungkapkan penguasaan suatupekerjaan.
  4. Mengungkapkan kemajuan individual maupun kelompok.
  5. selektif
  6. selektif
  7. penempatan
  8. pengukur keberhasilan




  1. Asmawi Zainul dan Noehi Nasution juga menyatakan fungsi – fungsi lain dari evaluasi pembelajaran yaitu :
  1. remedial
  2. umpan balik
  3. memotivasi dan membimbing anak
  4. perbaikan kurikulum dan program pendidikan
  5. pengembangan ilmu

  1. Manfaat evaluasi
  1. memahami sesuatu : siswa , sarana dan prasarana , dan kondisi pengajar.

Memahami tentang hasil belajar siswa apakah sesuai dengan tujuan pembelajaran dan apakah memiliki hasil belajar yang memuaskan , pengaruh sarana dan prasarana yang diberikan pengajar kepada siswa apakah mempengaruhi hasil belajar siswa , dan dengan kondisi pengajar yang ditampilkan saat mengajar apakah mempengaruhi minat siswa dan kualitas belajar siswa itu sendiri.

  1. membuat keputusan : kelanjutan program , penanganan masalah , dan lainnya.

Dengan adanya evaluasi apakah program belajar yang diberikan sudah memberikan hasil yang bagus bagi siswa sehingga nantinya program belajar dapat dilanjutkan atau lebih ditingkatkan , dengan adanya evaluasi dapat mengetahui apakah ada masalah bagi siswa dalam mengikuti program belajar sehingga diperlukan solusi atau penanganan masalah yang terjadi dalam proses belajar mengajar.

  1. meningkatkan kualitas perencanaan belajar mengajar : komponen – komponen perencanaan belajar mengajar.

Dengan adanya evaluasi , maka dapat  meningkatkan kualitas belajar mengajar dengan cara memperbaharui komponen – komponen perencanaan pembelajaran sehingga nantinya diharapkan dapat memetik hasil yang lebih baik dari sebelumnya dalam proses belajar mengajar.

Secara khusus evaluasi bermanfaat bagi pihak – pihak yang terkait dengan pembelajaran , seperti siswa , guru , dan sekolah.

Bagi siswa
Mengetahui tingkat pencapaian tujuan pembelajaran : dengan adanya suatu evaluasi maka baik pengajar , murid , orangtua murid maupun masyarakan dapat mengetahui tingkat dan hasil dari tujuan pembelajaran yang diberikan apakah memuaskan atau tidak memuaskan
Bagi guru
Bagi guru atau pengajar dapat mendeteksi siswa yang telah dan belum menguasai tujuan pembelajaran: melanjutkan , remedial atau pengayaan.
Apakah ketepatan materi yang diberikan sesuai dengan: jenis,  lingkup , tingkatan kesulitan , dan lainnya.
Apakah ketepatan metode yang digunakan sudah sesuai dan mendapatkan hasil yang memuaskan.
Bagi sekolah
Bagi sekolah hasil belajar merupakan cermin kualitas sekolah apakah sekolah telah memberikan sesuatu yang mendukung bagi proses belajar mengajar baik itu berupa sarana prasarana atau yang lainnya yang dapat menunjang kegiatan siswa belajar di sekolah.
Hasil evaluasi dapat membuat program sekolah yang baik dan sesuai untuk meningkatkan kualitas belajar siswa maupun kualitas mengajar pengajar sehingga diharapkan program itu dapat berjalan dengan baik secara terus menerus dan membuat hasil pembelajaran yang baik.
Manfaat evaluasi bagi sekolah juga sebagai pemenuhan standar siswa apakah berhasil atau tidak dalam pembelajaran sesuai dengan tujuan dan standar penilaian yang ditetapkan.







  1. Macam – macam evaluasi
  1. Formatif
Evaluasi formatif adalah evaluasi yang dilakukan pada setiap akhir pembahasan suatu pokok bahasan / topik, dan dimaksudkan untuk mengetahui sejauh manakah suatu proses pembelajaran telah berjalan sebagaimana yang direncanakan. Pendapat Winkel bahwa evaluasi formatif adalah penggunaan tes-tes selama proses pembelajaran yang masih berlangsung, agar siswa dan guru memperoleh informasi (feedback) mengenai kemajuan yang telah dicapai. Lain halnya dengan Tesmer yang menyatakan formative evaluation is a judgement of the strengths and weakness of instruction in its developing stages, for purpose of revising the instruction to improve its effectiveness and appeal. Evaluasi ini dimaksudkan untuk mengontrol sampai seberapa jauh siswa telah menguasai materi yang diajarkan pada pokok bahasan tersebut. Wiersma menyatakan formative testing is done to monitor student progress over period of time. Dengan kata lain evaluasi formatif dilaksanakan untuk mengetahui seberapa jauh tujuan yang telah ditetapkan telah tercapai. Dari hasil evaluasi ini akan diperoleh siapa yang berhasil dan siapa yang belum berhasil dan selanjutnya diambil tindakan-tindakan yang tepat. Tindak lanjut dari evaluasi formatif adalah siswa yang belum berhasil maka akan diberikan remedial, yaitu bantuan khusus yang diberikan kepada siswa yang mengalami kesulitan memahami suatu pokok bahasan tertentu. Sementara bagi siswa yang telah berhasil akan melanjutkan pada topik berikutnya, bahkan bagi mereka yang memiliki kemampuan yang lebih akan diberikan pengayaan, yaitu materi tambahan yang sifatnya perluasan dan pendalaman dari topik yang telah dibahas.

  1. Sumatif
Evaluasi sumatif adalah evaluasi yang dilakukan pada setiap akhir satu satuan waktu yang didalamnya tercakup lebih dari satu pokok bahasan, dan dimaksudkan untuk mengetahui sejauhmana peserta didik telah dapat berpindah dari suatu unit ke unit berikutnya. Winkel mendefinisikan evaluasi sumatif sebagai penggunaan tes-tes pada akhir suatu periode pengajaran tertentu, yang meliputi beberapa atau semua unit pelajaran yang diajarkan dalam satu semester, bahkan setelah selesai pembahasan suatu bidang studi.

  1. Diagnostic
Evaluasi diagnostik adalah evaluasi yang digunakan untuk mengetahui kelebihan-kelebihan dan kelemahan-kelemahan yang ada pada siswa sehingga dapat diberikan perlakuan yang tepat. Evaluasi diagnostik dapat dilakukan dalam beberapa tahapan, baik pada tahap awal, selama proses, maupun akhir pembelajaran. Pada tahap awal dilakukan terhadap calon siswa sebagai input. Dalam hal ini evaluasi diagnostik dilakukan untuk mengetahui kemampuan awal atau pengetahuan prasyarat yang harus dikuasai oleh siswa. Pada tahap proses evaluasi ini diperlukan untuk mengetahui bahan-bahan pelajaran mana yang masih belum dikuasai dengan baik, sehingga guru dapat memberi bantuan secara dini agar siswa tidak tertinggal terlalu jauh. Sementara pada tahap akhir evaluasi diagnostik ini untuk mengetahui tingkat penguasaan siswa atas seluruh materi yang telah dipelajarinya.






















Perbandingan Tes Diagnostik, Tes Formatif, dan Tes Sumatif
Ditinjau dari
Tes Diagnostik
Tes Formatif
Tes Sumatif
Fungsinya
*mengelompokkan siswa berdasarkan kemampuannya
*menentukan kesulitan belajar yang dialami
*Umpan balik bagi siswa, guru maupun program untuk menilai pelaksanaan suatu unit program
*Memberi tanda telah mengikuti suatu program, dan menentukan posisi kemampuan siswa dibandingkan dengan anggota kelompoknya
Cara memilih tujuan yang dievaluasi
*memilih tiap-tiap keterampilan prasarat
*memilih tujuan setiap program pembelajaran secara berimbang
*memilih yang berhubungan dengan tingkah laku fisik, mental dan perasaan
Mengukur semua tujuan instruksional khusus
Mengukur tujuan instruksional umum
Skoring (cara menyekor)
*menggunakan standar mutlak dan relatif
*menggunakan standar mutlak
*menggunakan standar relative



  1. Syarat – syarat evaluasi
Sebuah Instrumen Evaluasi Hasil Belajar Hendaknya memenuhi syarat sebelum di gunakan untuk mengevaluasi atau mengadakan penilaian agar terhindar dari kesalahan dan hasil yang tidak valid (tidak sesuai kenyataan sebenarnya).
Instrumen Evaluasi yang baik memiliki ciri-ciri dan harus memenuhi beberapa kaidah antara lain :
  • Validitas
  • Reliabilitas
  • Objectivitas
  • Pratikabilitas
  • Ekomonis
  • Taraf  Kesukaran
  • Daya Pembeda
Validitas
Sebuah Instrumen Evaluasi dikatakan baik manakala memiliki validitas yang tinggi. Yang dimaksud Validitas disini adalah kemampuan instrumen tersebut mengukur apa yang seharusnya diukur. Ada tiga Aspek yang hendak dievaluasi dalam evaluasi hasil belajar yaitu Aspek Kognitif, Psikomotor dan Afektif.Tinggi Rendah nya validitas instrumen dapat di hitung dengan uji validitas dan di nyatakan dengan koefisien validitas.
Reliabilitas
Instrumen dikatakan memiliki reliabilitas yang tinggi manakala instrumen tersebut dapta menghasilkan hasil pengukuran yang ajeg. Keajegan/ketetapn disini tidak diartikan selalu sama tetapi mengikuti perubahan secara ajeg. Jika keadaan seseorang si upik berada lebih rendah dibandingkan orang lain misalnya si Badu, maka jika dilakukan pengukuran ulang hasilnya si upik juga berada lebih rendah terhadap si badu. Tinggi rendahnya reliabilitas ini dapat di hitung dengan uji reliabilitias dan dinyatakan dengan koefisien reliabilitas.
Objectivitas
Instrumen evaluasi hendaknya terhindar dari pengaruh-pengaruh subyektifitas pribadi dari si evaluator dalam menetapkan hasilnya. Dalam menekan pengaruh subyektifitas yang tidak bisa dihindari hendaknya evaluasi dilakukan mengacu kepada pedoman tertama menyangkut masalah kontinuitas dan komprehensif.
Evaluasi harus dilakukan secara kontinu (terus-menerus). Dengan evaluasi yang berkali-kali dilakukan maka evaluator akan memperoleh gambaran yang lebih jelas tentang  keadaan Audience yang dinilai. Evaluasi yang diadakan secara on the spot dan hanya satu atau dua kali, tidak akan dapat memberikan hasil yang obyektif tentang keadaan audience yang di evaluasi. Faktor kebetulan akan sangat mengganggu hasilnya.
Praktikabilitas
Sebuah intrumen evaluasi dikatakan memiliki praktikabilitas yang tinggi apabila bersifat praktis mudah pengadministrasiannya dan memiliki ciri : Mudah dilaksanakan, tidak menuntut peralatan  yang banyak dan memberi kebebasan kepada audience mengerjakan yang dianggap mudah terlebih dahulu. Mudah pemeriksaannya artinya dilengkapi pedoman skoring, kunci jawaban. Dilengkapi petunjuk yang jelas sehingga dapat di laksanakan oleh orang lain.
Ekonomis
Pelaksanaan evaluasi menggunakan instrumen tersebut tidak membutuhkan biaya yang mahal tenaga yang banyak dan waktu yang lama.
Taraf Kesukaran
Instrumen yang baik terdiri dari butir-butir instrumen yang tidak terlalu mudah dan tidak terlalu sukar. Butir soal yang terlalu mudah tidak mampu merangsang audience mempertinggi usaha memecahkannya sebaliknya kalau terlalu sukar membuat audiece putus asa dan tidak memiliki semangat untuk mencoba lagi karena diluar jangkauannya. Di dalam isitlah evaluasi index kesukaran ini diberi simbul p yang dinyatakan dengan “Proporsi”.
Daya Pembeda
Daya pembeda sebuah instrumen adalah kemampuan instrumen tersebut membedakan antara audience yang pandai (berkemampuan tinggi) dengan audience yang tidak pandai (berkemampuan rendah). Indek daya pembeda ini disingkat dengan D dan dinyatakan dengan Index Diskriminasi.
G.    Pendekatan evaluasi
Ada dua jenis pendekatan penilaian yang dapat digunakan untuk menafsirkan sekor menjadi nilai. Kedua pendekatan ini memiliki tujuan, proses, standar dan juga akan menghasilkan nilai yang berbeda. Karena itulah pemilihan dengan tepat pendekatan yang akan digunakan menjadi penting. Kedua pendekatan itu adalah Pendekatan Acuan Norma (PAN) dan Pendekatan Acuan Patokan (PAP).
Sejalan dengan uraian di atas, Glaser (1963) yang dikutip oleh W. James Popham menyatakan bahwa terdapat dua strategi pengukuran yang mengarah pada dua perbedaan tujuan substansial, yaitu pengukuran acuan norma (NRM) yang berusaha menetapkan status relatif, dan pengukuran acuan kriteria (CRM) yang berusaha menetapkan status absolut. Sejalan dengan pendapat Glaser, Wiersma menyatakan norm-referenced interpretation is a relative interpretation based on an individual’s position with respect to some group. Glaser menggunakan konsep pengukuran acuan norma (Norm Reference Measurement / NRM) untuk menggambarkan tes prestasi siswa dengan menekankan pada tingkat ketajaman suatu pemahaman relatif siswa. Sedangkan untuk mengukur tes yang mengidentifikasi ketuntasan / ketidaktuntasan absolut siswa atas perilaku spesifik, menggunakan konsep pengukuran acuan kriteria (Criterion Reference Measurement).



1.      Penilaian Acuan Patokan (PAP), Criterion Reference Test (CRT)
Tujuan penggunaan tes acuan patokan berfokus pada kelompok perilaku siswa yang khusus. Joesmani menyebutnya dengan didasarkan pada kriteria atau standard khusus. Dimaksudkan untuk mendapat gambaran yang jelas tentang performan peserta tes dengan tanpa memperhatikan bagaimana performan tersebut dibandingkan dengan performan yang lain. Dengan kata lain tes acuan kriteria digunakan untuk menyeleksi (secara pasti) status individual berkenaan dengan (mengenai) domain perilaku yang ditetapkan / dirumuskan dengan baik.
Pada pendekatan acuan patokan, standar performan yang digunakan adalah standar absolut. Semiawan menyebutnya sebagai standar mutu yang mutlak. Criterion-referenced interpretation is an absolut rather than relative interpetation, referenced to a defined body of learner behaviors. Dalam standar ini penentuan tingkatan (grade) didasarkan pada sekor-sekor yang telah ditetapkan sebelumnya dalam bentuk persentase. Untuk mendapatkan nilai A atau B, seorang siswa harus mendapatkan sekor tertentu sesuai dengan batas yang telah ditetapkan tanpa terpengaruh oleh performan (sekor) yang diperoleh siswa lain dalam kelasnya. Salah satu kelemahan dalam menggunakan standar absolut adalah sekor siswa bergantung pada tingkat kesulitan tes yang mereka terima. Artinya apabila tes yang diterima siswa mudah akan sangat mungkin para siswa mendapatkan nilai A atau B, dan sebaliknya apabila tes tersebut terlalu sulit untuk diselesaikan, maka kemungkinan untuk mendapat nilai A atau B menjadi sangat kecil. Namun kelemahan ini dapat diatasi dengan memperhatikan secara ketat tujuan yang akan diukur tingkat pencapaiannya.
Dalam menginterpretasi skor mentah menjadi nilai dengan menggunakan pendekatan PAP, maka terlebih dahulu ditentukan kriteria kelulusan dengan batas-batas nilai kelulusan. Umumnya kriteria nilai yang digunakan dalam bentuk rentang skor berikut:


Rentang Skor Nilai
80% s.d. 100% A
70% s.d. 79% B
60% s.d. 69% C
45% s.d. 59% D
< 44% E / Tidak lulus
2.      Penilaian Acuan Norma (PAN), Norm Reference Test (NRT)
Tujuan penggunaan tes acuan norma biasanya lebih umum dan komprehensif dan meliputi suatu bidang isi dan tugas belajar yang besar. Tes acuan norma dimaksudkan untuk mengetahui status peserta tes dalam hubungannya dengan performans kelompok peserta yang lain yang telah mengikuti tes. Tes acuan kriteria Perbedaan lain yang mendasar antara pendekatan acuan norma dan pendekatan acuan patokan adalah pada standar performan yang digunakan.
Pada pendekatan acuan norma standar performan yang digunakan bersifat relatif. Artinya tingkat performan seorang siswa ditetapkan berdasarkan pada posisi relatif dalam kelompoknya; Tinggi rendahnya performan seorang siswa sangat bergantung pada kondisi performan kelompoknya. Dengan kata lain standar pengukuran yang digunakan ialah norma kelompok. Salah satu keuntungan dari standar relatif ini adalah penempatan sekor (performan) siswa dilakukan tanpa memandang kesulitan suatu tes secara teliti. Kekurangan dari penggunaan standar relatif diantaranya adalah (1) dianggap tidak adil, karena bagi mereka yang berada di kelas yang memiliki sekor yang tinggi, harus berusaha mendapatkan sekor yang lebih tinggi untuk mendapatkan nilai A atau B. Situasi seperti ini menjadi baik bagi motivasi beberapa siswa. (2) standar relatif membuat terjadinya persaingan yang kurang sehat diantara para siswa, karena pada saat seorang atau sekelompok siswa mendapat nilai A akan mengurangi kesempatan pada yang lain untuk mendapatkannya.
Contoh:
1. Satu kelompok peserta tes terdiri dari 9 orang mendapat skor mentah:
50, 45, 45, 40, 40, 40, 35, 35, 30
Dengan menggunakan pendekatan PAN, maka peserta tes yang mendapat skor tertinggi (50) akan mendapat nilai tertinggi, misalnya 10, sedangkan mereka yang mendapat skor di bawahnya akan mendapat nilai secara proporsional, yaitu 9, 9, 8, 8, 8, 7, 7, 6
Penentuan nilai dengan skor di atas dapat juga dihitung terlebih dahulu persentase jawaban benar. Kemudian kepada persentase tertinggi diberikan nilai tertinggi.
2.  Sekelompok mahasiswa terdiri dari 40 orang dalam satu ujian mendapat nilai mentah sebagai berikut:
55 43 39 38 37 35 34 32
52 43 40 37 36 35 34 30
49 43 40 37 36 35 34 28
48 42 40 37 35 34 33 22
46 39 38 37 36 34 32 21






Penyebaran skor tersebut dapat ditulis sebagai berikut:
No
Skor Mentah
Jumlah Mahasiswa
Jika 55 diberi nilai 10 maka
1
55
1
10,0
2
52
1
9,5
3
49
1
9,0
4
48
1
8,7
5
46
1
8,4
6
43
3
7,8
7
42
1
7,6
8
40
3
7,3
9
39
2
7,1
10
38
2
6,9
11
37
5
6,7
12
36
4
6,5
13
35
3
6,4
14
34
4
6,2
15
33
2
6,0
16
32
2
5,8
17
30
1
5,5
18
28
1
5,1
19
22
1
4,0
20
21
1
3,8

Jumlah Mahasiswa
40

Jika skor mentah yang paling tinggi (55) diberi nilai 10 maka nilai untuk :
52 adalah (52/55) x 10 = 9,5
49 adalah (49/55) x 10 = 9,0 dan seterusnya

3.  Bila jumlah pesertanya ratusan, maka untuk memberi nilainya menggunakan statistik sederhana untuk menentukan besarnya skor rata-rata kelompok dan simpangan baku kelompok (mean dan standard deviation) sehingga akan terjadi penyebaran kemampuan menurut kurva normal.
Menurut distribusi kurva normal, sekelompok mahasiswa yang memiliki skor di atas rata-rata 60 dalam kelompok itu adalah:
60 sampai dengan (60 + 2 S.B.) adalah 34,13%
(60 + 1 S.B.) sampai dengan (60 + 2 S.B.) adalah 13,59%
(60 + 2 S.B.) sampai dengan (60 + 3 S.B.) adalah 2,14%
Begitu juga dengan mahasiswa yang memiliki skor 60 ke bawah, adalah:
60 sampai dengan (60 – 2 S.B.) adalah 34,13%
(60 – 1 S.B.) sampai dengan (60 – 2 S.B.) adalah 13,59%
(60 – 2 S.B.) sampai dengan (60 – 3 S.B.) adalah 2,14%
Dengan kata lain mahasiswa yang mendapat skor antara (+1 S.B. s.d. -1 S.B.) adalah 68,26%, yang mendapat skor (+2 S.B. s.d. -2 S.B.) adalah 95,44%.






Dengan demikian dapat dibuat tabel konversi skor mentah ke dalam nilai 1-10.
Skor Mentah
Nilai 1 – 10
Skor rata-rata +2,25 S.B.
Skor rata-rata +1,75 S.B.
Skor rata-rata +1,25 S.B.
Skor rata-rata +0,75 S.B.
Skor rata-rata +0,25 S.B.
Skor rata-rata -0,25 S.B.
Skor rata-rata -0,75 S.B.
Skor rata-rata -1,25 S.B.
Skor rata-rata -1,75 S.B.
Skor rata-rata -2,25 S.B.
10
9
8
7
6
5
4
3
2
1
Catatan: mengacu pada kurikulum 1975
(Sumber : Prof. Nana Sudjana)

 

 

 

 

 

 

 

TAKSONOMI BLOOM

Tujuan pendidikan dibagi ke dalam tiga domain, yaitu:
1. Cognitive Domain (Ranah Kognitif), yang berisi perilaku-perilaku yang menekankan aspek intelektual, seperti pengetahuan, pengertian, dan keterampilan berpikir.
2. Affective Domain (Ranah Afektif) berisi perilaku-perilaku yang menekankan aspek perasaan dan emosi, seperti minat, sikap, apresiasi, dan cara penyesuaian diri.
3. Psychomotor Domain (Ranah Psikomotor) berisi perilaku-perilaku yang menekankan aspek keterampilan motorik seperti tulisan tangan, mengetik, berenang, dan mengoperasikan mesin.

 

 

 

Domain Kognitif

1. Pengetahuan (Knowledge)

Berisikan kemampuan untuk mengenali dan mengingat peristilahan, definisi, fakta-fakta, gagasan, pola, urutan, metodologi, prinsip dasar, dsb. Sebagai contoh, ketika diminta menjelaskan manajemen kualitas, orang yg berada di level ini bisa menguraikan dengan baik definisi dari kualitas, karakteristik produk yang berkualitas, standar kualitas minimum untuk produk, dan sebagainya.

2. Pemahaman (Comprehension)

Dikenali dari kemampuan untuk membaca dan memahami gambaran, laporan, tabel, diagram, arahan, peraturan, dan sebagainya. Sebagai contoh, orang di level ini bisa memahami apa yang diuraikan dalam fish bone diagram, pareto chart, dan sebagainya.

3. Aplikasi (Application)

Di tingkat ini, seseorang memiliki kemampuan untuk menerapkan gagasan, prosedur, metode, rumus, teori, dsb di dalam kondisi kerja. Sebagai contoh, ketika diberi informasi tentang penyebab meningkatnya reject di produksi, seseorang yg berada di tingkat aplikasi akan mampu merangkum dan menggambarkan penyebab turunnya kualitas dalam bentuk fish bone diagram atau pareto chart.

4. Analisis (Analysis)

Di tingkat analisis, seseorang akan mampu menganalisa informasi yang masuk dan membagi-bagi atau menstrukturkan informasi ke dalam bagian yang lebih kecil untuk mengenali pola atau hubungannya, dan mampu mengenali serta membedakan faktor penyebab dan akibat dari sebuah skenario yg rumit. Sebagai contoh, di level ini seseorang akan mampu memilah-milah penyebab meningkatnya reject, membanding-bandingkan tingkat keparahan dari setiap penyebab, dan menggolongkan setiap penyebab ke dalam tingkat keparahan yg ditimbulkan.

5. Sintesis (Synthesis)

Satu tingkat di atas analisa, seseorang di tingkat sintesa akan mampu menjelaskan struktur atau pola dari sebuah skenario yang sebelumnya tidak terlihat, dan mampu mengenali data atau informasi yang harus didapat untuk menghasilkan solusi yg dibutuhkan. Sebagai contoh, di tingkat ini seorang manajer yang berkualitas mampu memberikan solusi untuk menurunkan tingkat reject di produksi berdasarkan pengamatannya terhadap semua penyebab turunnya kualitas produk.

6. Evaluasi (Evaluation)

Dikenali dari kemampuan untuk memberikan penilaian terhadap solusi, gagasan, metodologi, dsb dengan menggunakan kriteria yang cocok atau standar yang ada untuk memastikan nilai efektivitas atau manfaatnya. Sebagai contoh, di tingkat ini seorang manajer yang berkualitas harus mampu menilai alternatif solusi yang sesuai untuk dijalankan berdasarkan efektivitas, urgensi, nilai manfaat, nilai ekonomis, dsb

Domain Afektif

Pembagian domain ini disusun Bloom bersama dengan David Krathwol.

1. Penerimaan (Receiving/Attending)

Kesediaan untuk menyadari adanya suatu fenomena di lingkungannya. Dalam pengajaran bentuknya berupa mendapatkan perhatian, mempertahankannya, dan mengarahkannya.

2. Tanggapan (Responding)

Memberikan reaksi terhadap fenomena yang ada di lingkungannya. Meliputi persetujuan, kesediaan, dan kepuasan dalam memberikan tanggapan.

3. Penghargaan (Valuing)

Berkaitan dengan harga atau nilai yang diterapkan pada suatu objek, fenomena, atau tingkah laku. Penilaian berdasar pada internalisasi dari serangkaian nilai tertentu yang diekspresikan ke dalam tingkah laku.

4. Pengorganisasian (Organization)

Memadukan nilai-nilai yang berbeda, menyelesaikan konflik di antaranya, dan membentuk suatu sistem nilai yang konsisten.

5. Karakterisasi Berdasarkan Nilai-nilai (Characterization by a Value or Value Complex)

Memiliki sistem nilai yang mengendalikan tingkah-lakunya sehingga menjadi karakteristik gaya-hidupnya.

 

 

 

 

 

 

Domain Psikomotor

1. Persepsi (Perception)

Penggunaan alat indera untuk menjadi pegangan dalam membantu gerakan.

2. Kesiapan (Set)

Kesiapan fisik, mental, dan emosional untuk melakukan gerakan.

3. Guided Response (Respon Terpimpin)

Tahap awal dalam mempelajari keterampilan yang kompleks, termasuk di dalamnya imitasi dan gerakan coba-coba.

4. Mekanisme (Mechanism)

Membiasakan gerakan-gerakan yang telah dipelajari sehingga tampil dengan meyakinkan dan cakap.

5. Repon Tampak yang Kompleks (Complex Overt Response)

Gerakan motoris yang terampil yang di dalamnya terdiri dari pola-pola gerakan yang kompleks.

6. Penyesuaian (Adaptation)

Keterampilan yang sudah berkembang sehingga dapat disesuaikan dalam berbagai situasi.

7. Penciptaan (Origination)

Membuat pola gerakan baru yang disesuaikan dengan situasi atau permasalahan tertentu.

           













BAB III
Penutup
Kesimpulan
1.                 Evaluasi memiliki cakupan yang lebih luas dari pada pengukuran dan testing.
2.                 Evaluasi memiliki tujuan , fungsi dan manfaat yang sangat berpengaruh dalam proses pembelajaran.
3.                 Pendekatan evaluasi dapat dilakukan dengan Pendekatan Acuan Norma (PAN) dan Pendekatan Acuan Patokan (PAP).


Saran
  1. pengajar sebaiknya memahami tantang cara mengevaluasi hasil pembelajran yang baik agar mendapatkan cara dan hasil pembelajaran yang lebih baik dari sebelumnya.



















Daftar Pustaka
Bukit,berbunga.”teori evaluasi “

Rusliana,Ade. “Konsep dasarevalausi hasil belajar “.http://aderusliana.wordpress.com/2007/11/05/konsep-dasar-evaluasi-hasil-belajar/ (diakses tanggal 22 september 2011)

Ulianta.”kriteria instrumenevaluasi harus memenuhi syarat sebelum di “gunakan.http://stahdnj.ac.id/?p=67 (diakses tanggal 22 september 2011)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...